Padang, Kompas -
”Ini bermula dari minimnya apresiasi terhadap kegiatan kesusastraan, terutama pada kegiatan pembacaan puisi oleh penyair,” kata Esha.
Padahal, imbuhnya, dalam beberapa tahun terakhir muncul sejumlah penyair muda Sumbar yang konsisten menghasilkan karya. Sebagian di antara mereka juga sudah membuktikan diri dengan karya-karya yang diterbitkan dan berpentas pada sejumlah kegiatan apresiasi sastra di luar Sumatera Barat.
Minimnya apresiasi itu, kata Esha, disebabkan banyak faktor. Sebagian di antaranya karena nyaris tidak ada program kegiatan yang diselenggarakan lembaga-lembaga kebudayaan, baik yang bernaung pada pemerintah maupun lembaga independen.
Tidak kurang dari 22 penyair, kelompok teater, dan sejumlah komunitas budaya yang akan mengisi kegiatan tersebut sepenuhnya tidak menerima bayaran atas penampilan mereka. Hal itu termasuk orasi budaya oleh Zelfeni Wimra yang akan menjadi semacam tonggak catatan kesusastraan Sumbar dan penampilan sastrawan senior Rusli Marzuki Saria.
Kepala Seksi Produksi dan Kreasi Budaya Taman Budaya Sumbar Aprimas mengatakan, pihaknya memiliki keterbatasan dalam mengupayakan apresiasi sastra. ”Bukannya tak mengakomodasi, tetapi memang kita punya keterbatasan, terutama dari sisi anggaran,” ujarnya.