oleh luki Aulia
Di depan sekolah yang terletak di tengah kompleks perumahan di Jalan Margorejo Indah, Wonocolo, terlihat papan-papan nama Hotel D’Six, Salon D’Six, dan Cafe D’Six. Begitu melangkah masuk ke sekolah seluas dua hektar itu, sudah tampak berderet kafe, salon kecantikan, dan butik di bangunan berlantai dua. ”Lantai dua digunakan khusus untuk hotel. Ada tujuh kamar reguler, satu kamar
Membuka usaha-usaha seperti itu bukan semata-mata untuk memperoleh keuntungan materi baik bagi siswa maupun sekolah. Tujuan utamanya, mengasah keterampilan siswa agar menjadi profesional sesuai standar kebutuhan industri. Jika pun ada keuntungan, semuanya akan kembali dimanfaatkan untuk operasional pemeliharaan dan pembelian aneka kebutuhan belajar dan praktik siswa.
Melihat kebutuhan pasar yang ingin kembali ke selera tradisional, siswa jurusan patiseri kini mulai mengolah kudapan tradisional dengan bahan-bahan lokal, seperti ketela berwarna ungu. Bentuk kudapannya dimodifikasi menjadi lebih modern sehingga terkesan lebih mahal.
Kepala SMKN 6 Surabaya Siti Rochanah menambahkan, sekolah tengah membuat produk- produk unggulan dari patiseri dengan kemasan khusus. Kemasan khusus akan dibuat siswa di jurusan multimedia yang baru dibuka dua tahun lalu. Program multimedia dibuka untuk mendukung kebutuhan semua program keahlian.
Rochanah menilai semua bidang jurusan pasti membutuhkan desain terbaru dan kebutuhan ini bisa terpenuhi dari jurusan multimedia. ”Semua jurusan saling mendukung dan berhubungan satu sama lain. Kalau semua sudah sinergi, kami akan bisa membuat produk apa pun dengan merek kami sendiri,” ujarnya.
Melihat peluang pasar kecantikan dengan salon-salon spa kecantikan yang semakin banyak bermunculan, sekolah memutuskan membuka program keahlian tata kecantikan rambut dan tata kecantikan kulit sekitar tahun 1989/1990. Khusus pada jurusan ini hampir semua lulusan terserap di dunia kerja. Hampir sama dengan lulusan jurusan akomodasi perhotelan yang juga selalu habis ”dipesan” industri perhotelan.
Dengan jumlah siswa 2.248 orang, mayoritas lulusan setiap tahun yang mencapai 450 siswa kerap habis terserap industri. Bahkan, sebagian besar sudah ”dipesan” industri sebelum lulus. Hanya sebagian kecil yang memilih melanjutkan ke pendidikan tinggi atau membuka usaha sendiri. Siswa yang paling banyak membuka usaha sendiri biasanya berasal dari jurusan tata busana dengan membuka usaha jahitan di rumah masing-masing.
Tidak jarang praktisi-praktisi dari industri kecantikan, seperti Martha Tilaar dan Viva, diundang untuk ikut mengajari siswa. Harapannya, wawasan dan keterampilan siswa sesuai dengan standar kebutuhan masyarakat atau industri. ”Kalau sedang ada tren di masyarakat, kami langsung meminta bantuan praktisi. Tanpa praktisi, siswa tidak akan berkembang,” kata Rochanah.
Bagian terberat dari SMK sering pada anggaran untuk praktik. Kalau sudah praktik, sulit membatasi anggaran karena satu siswa bisa praktik berkali-kali. Apalagi jika karyanya harus diulang-ulang hingga mendekati sempurna.
Atie menceritakan, ada saja siswa yang sering harus mengulang berkali-kali membuat kue atau
”Ini kan berarti pemakaian bahannya juga jadi lebih banyak. Kami tidak bisa membatasi ini karena ini bagian dari praktik siswa,” ujarnya.
Namun, beruntung bagi sekolah ini karena Pemerintah Kota Surabaya menanggung biaya sekolah siswa dan membantu biaya operasional praktik siswa. Kebijakan ini berlaku tidak hanya bagi sekolah ini, tetapi juga sekolah lain di wilayah
Sekolah ini secara keseluruhan membuka delapan program keahlian, yakni tata boga/jasa boga, patiseri, tata busana/busana butik, tata kecantikan rambut, tata kecantikan kulit, akomodasi perhotelan, usaha perjalanan wisata, dan multimedia. Selain itu, dibuka juga program keahlian setara D-1 dengan jurusan transportasi udara.
Program yang disebut dengan akademi komunitas (