Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dan Berbagi Langsung

Kompas.com - 28/05/2012, 13:30 WIB

Dahlia Irawati

Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Sumber di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, baru tiga tahun berdiri. Namun, kiprahnya dirasakan langsung masyarakat sekitar. Semua terkait dengan bidang yang mereka hidupi: pertanian.

SMKN 1 Sumber adalah sekolah menengah kejuruan bidang pertanian. Sekolah ini hanya memiliki satu jurusan, yaitu agrobisnis, tanaman pangan, dan hortikultura. Sekolah di pegunungan Tengger pada sisi timur Gunung Bromo ini didirikan pada tahun 2009.

Awalnya, muridnya berjumlah 35 siswa. Itu pun terus berkurang di tengah jalan menyisakan 20 siswa. Berkat kiprahnya yang kian terasa bagi warga sekitar, sekolah kini memiliki 79 siswa.

Dibandingkan sekolah lain, SMKN 1 Sumber bisa dibilang seumur bayi. Namun, keberadaannya menyebabkan anak usia sekolah lanjutan atas bisa melanjutkan sekolah sesuai kompetensi, yaitu bidang pertanian.

Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo tahun 2009-2010, tak ada warga Sumber lulus SMA. Rata-rata hanya bersekolah hingga SMP.

”Orangtua siswa di sini lebih senang anaknya bekerja di sawah membantu orangtua. Daripada sekolah yang dinilai tak membuahkan apa- apa. Namun, dengan keberadaan sekolah kami ini, kini warga sekitar tahu pentingnya bersekolah karena mendapatkan ilmu lebih,” ujar Devi Andi Sulistyowati, guru pertanian.

Kompetensi sekolah bidang pertanian—sama dengan mata pencaharian warga di sana—pelan-pelan anak usia sekolah mulai melanjutkan pendidikan ke jenjang lanjutan atas.

Membantu warga

Orangtua siswa (yang rata-rata petani) tertarik menyekolahkan anaknya ke SMKN 1 Sumber karena melihat siswa mampu bercocok tanam sendiri. Hasilnya pun dipasarkan hingga luar daerah.

Salah satu produk pertanian hasil keuletan siswa adalah tanaman stroberi. Stroberi yang ditanam di lahan seluas 600 meter persegi itu menghasilkan 10 kilogram (kg) stroberi segar yang dijual hingga Surabaya. Per bulan, salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya meminta pasokan stroberi hingga 100 kg.

Jumlah permintaan yang besar membuat sekolah mengajak warga sekitar turut membudidayakan. Upaya ini berhasil hingga kini.

Keunggulan lainnya, siswa- siswi di kawasan berketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini mampu membuat agen hayati (biopestisida) dan pupuk organik padat dari kotoran sapi.

”Pupuk kami sudah dipakai petani sekitar untuk bercocok tanam. Setidaknya, satu ton dari dua ton pupuk organik yang kami produksi per bulan terdistribusi untuk masyarakat sini. Kami senang karena setidaknya bisa membantu mereka mengurangi penggunaan pupuk kimia,” ujar Devi.

Ajak warga sekolah

Mengajak anak usia produktif melanjutkan pendidikan ke bangku sekolah lanjutan atas tidaklah mudah. Sejak awal hingga saat ini pun, guru di SMKN 1 Sumber harus datang dari rumah ke rumah mendekati orangtua siswa. Sekolah tanpa SPP dan uang pendaftaran menjadi daya tarik pertama yang ditawarkan.

”Awalnya, setiap siswa praktik bercocok tanam selalu dihina oleh petani sini. Lama-lama mereka tahu bahwa anak-anak ini pun mampu bercocok tanam. Bahkan, mereka kini mau menggunakan pupuk kami. Rata-rata orangtua siswa dan anggota komite sekolah yang sudah tahu kualitas pupuk buatan kami,” imbuh Devi.

Kini, SMKN 1 Sumber terus menguatkan kompetensinya di bidang pertanian. Lahan 3,5 hektar yang belum termanfaatkan akan dimaksimalkan menjadi lahan pertanian bagi siswa.

”Kami ingin menjadikan agrowisata pertanian, yaitu untuk tanaman kentang, tomat, stroberi, kubis, dan wortel. Kami juga ingin menangkarkan bibit kentang. Proses mendapat label penangkaran bibit kentang sudah kami lakukan. Tinggal tunggu waktu hingga kami benar- benar bisa menjual bibit berkualitas pada petani,” imbuh Kepala SMKN 1 Sumber Sukirno.

Ia menjelaskan, sekolahnya bertekad menjadi sumber ilmu pengetahuan bidang pertanian, mulai dari hulu hingga hilir, mulai dari bercocok tanam, hingga mengolah hasil pertanian.

Terbukti, stroberi produksi siswa dapat diolah menjadi dodol dan sirup stroberi. Produk olahan ini dipasarkan di supermarket dalam dan luar kota.

Neni, siswa SMKN 1 Sumber, menuturkan senang bersekolah di sana karena tak melulu mendapat teori. ”Kami di sini praktik langsung ke lapangan. Kami diajari benar-benar bercocok tanam. Jadi, setelah sekolah, saya bisa tetap membantu orangtua bertani meski saya juga akan melanjutkan kuliah di bidang pertanian,” ujarnya.

Neni tak sekadar mendapat ilmu bercocok tanam, tetapi juga ilmu mengolah hasil pertanian. ”Setidaknya saya tahu, hasil pertanian tidak sekadar bisa dijual saja. Namun, bisa diolah untuk mendapatkan keuntungan lebih,” katanya.

Keberadaan SMKN 1 Sumber mungkin baru. Namun, kiprahnya banyak dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar. Itulah salah satu esensi pendidikan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com