Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Penderita Putus Sekolah

Kompas.com - 23/06/2012, 02:31 WIB

Tasikmalaya, Kompas - Sekitar 80 persen dari 123 anak penderita talasemia di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya putus sekolah. Anak penderita talasemia cenderung tidak percaya diri dan cepat lelah ketika belajar di sekolah umum.

Talasemia adalah kelainan darah karena kurangnya hemoglobin sehingga penderita harus ditransfusi darah secara rutin. Hal ini dipicu faktor keturunan. Usia penderita talasemia di Tasikmalaya 1-16 tahun.

”Hampir semua  penderita talasemia berhenti sekolah sejak sekolah dasar. Akibatnya, potensi yang mereka miliki tak bisa dimaksimalkan,” kata Ketua Yayasan Setetes Darah Sejuta Harapan (Setara) Baihaki Umar di Tasikmalaya, Jumat (22/6). Setara adalah yayasan nonprofit yang menyediakan darah gratis bagi penderita talasemia di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya. 

Baihaki mengakui, memaksa penderita talasemia untuk beraktivitas di sekolah umum sangat rentan. Mereka lebih cepat lelah sehingga jadwal untuk transfusi darah akan makin banyak. Padahal, ketersediaan darah  sering kali tidak seimbang dengan kebutuhan darah penderita talasemia. Kini, seorang penderita talasemia membutuhkan 4-6 labu darah per dua minggu agar bisa menjalankan aktivitas sehari-hari. 

”Sejauh ini, penyediaan darah untuk penderita talasemia masih bisa dipenuhi. Namun, bila harus ditambah jumlahnya, kami kesulitan karena darah yang ada tidak banyak,” katanya.

Baihaki mengatakan, rasa percaya diri penderita talasemia relatif rendah. Umumnya mereka malu dengan kondisi fisik yang lekas lelah. Akibatnya, mereka malas pergi sekolah dan bergaul dengan siswa lain. 

Lembaga khusus

Karena itu, menurut Baihaki, penting bagi penderita talasemia dibuatkan lembaga pendidikan khusus. Materi pelajarannya tidak perlu sama dengan kurikulum sekolah umum asalkan bisa menampung pengembangan bakat penderita talasemia. 

Dini Apriliani (16), penderita talasemia asal Cipedes, Kota Tasikmalaya, menuturkan, ia berhenti sekolah sejak kelas IV SD. Ia malu dengan kondisi fisiknya yang mudah lelah. Ia kerap absen dalam beragam kegiatan sekolah.

”Kalau harus kembali melanjutkan ke SD atau SMP, saya tidak mau. Saya mau belajar kalau semua muridnya sama seperti saya (menderita talasemia),” katanya. 

Ketua Perhimpunan Orang Tua Penderita Talasemia Affandi mengatakan, tidak hanya putus sekolah, tetapi banyak penderita talasemia yang juga tak mengenyam pendidikan formal sama sekali.

”Kami berharap ada perhatian. Tidak sekadar transfusi darah, tetapi anak-anak penderita talasemia juga dibantu  mendapatkan akses pendidikan,” kata Affandi. (CHE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com