Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia APU Menyiapkan SDM di Era Globalisasi (I)

Kompas.com - 02/07/2012, 14:01 WIB
M Latief

Penulis

Oleh Dahlan Nariman

KOMPAS.com - Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi umat manusia telah membawa dunia kita ke era yang tidak bisa terelakkan lagi, yaitu era globalisasi. Globalisasi telah menjadikan aktivitas di berbagai belahan dunia menjadi satu kesatuan terintegrasi yang saling kait-mengkait.

Di era ini, berbagai aktivitas ekonomi dan sosial-budaya disatukan dalam skala sangat luas, mencakup aktivitas di berbagai belahan bumi. Dunia terasa tanpa batas (borderless), laksana sebuah kampung global (global village).

Bagi suatu kalangan, globalisasi adalah anugerah. Tetapi di sisi lain, ada yang menyatakan globalisasi bukanlah anugerah, melainkan musibah. Mengapa bisa demikian?

Yang berpendapat globalisasi sebagai anugerah didasari oleh alasan adanya benefit. Bahwa, globalisasi telah memberikan berbagai manfaat dan kemudahan dalam kehidupan kita, baik secara ekonomi, teknologi dan sosial budaya. Sementara yang menyatakan globalisasi sebagai musibah didasari alasan, bahwa globalisasi membawa kekhawatiran dan masalah baru bagi mereka.

Salah satu kekhawatiran sering mengemuka adalah ketidakmampuan suatu komunitas mengikuti dinamika zaman untuk menjadi pemain utama, tetapi hanya sekedar menjadi korban, objek atau penonton di kancah global.

Boleh dikatakan, jika era globalisasi telah menggelinding begitu saja, nyaris tanpa ada rintangan mampu menghalanginya. Pertanyaan penting yang relevan adalah, bagaimana agar kita tidak terlibas menjadi korban perubahan zaman ini?

Dalam beberapa literatur para ahli telah mendiskusikan, bahwa betapa pentingnya mempersiapkan diri menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas global, agar tidak terlibas dan menjadi korban perubahan zaman. Sebutlah, Dr Bob Johansen dalam buku karyanya berjudul 'Leaders Make the Future'. Atau, Prof Andrian Done, yang mendiskusikan dalam bukunya berjudul 'Global Trends'.

Jadi, salah satu hal terpenting menjadi kunci strategi menghadapi era globalisasi adalah mempersiapkan generasi mendatang menjadi SDM yang memiliki kemampuan bersaing dan bertarung di kancah global. Masalahnya, bagaimana untuk bisa melakukan itu?

Banyak teori telah dikemukakan para ahli, termasuk oleh Bob Johansen dan Professor Andrian. Tetapi. tidak ada jawaban mutlak dan pasti, bagaimana dan apa yang mutlak harus dilakukan. Karena semuanya dalam tahap uji dan sedang berpacu dengan dinamika global yang terus menerus berubah.

Yang jelas dan pasti, berbagai institusi pendidikan di berbagai belahan dunia sedang berupaya keras dengan berbagai terobosan, jurus dan resepnya masing-masing untuk mempersiapkan SDM yang siap menjadi pemain dan pemimpin di masa mendatang.

Hasil yang mengejutkan

Selaku tenaga pendidik di sebuah universitas internasional, yaitu Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), Jepang, saya sedikit ingin memaparkan tentang tujuan dan harapan agar karakteristik sistem pendidikan yang diterapkan di APU dan aktivitas pendidikannya bisa menjadi referensi semua kalangan, yaitu tentang bagaimana cara mempersiapkan SDM siap pakai dan sanggup bertarung di kancah global, tentang kondisi lapangan kerja di jepang dan faktor keberhasilannya.

Saya mulai dari informasi tentang daya serap pasar terhadap para lulusan APU. Pada 2010 dan 2011, ketika efek badai krisis dunia sedang melanda berbagai negara, lulusan universitas di seluruh Jepang yang terserap lapangan kerja hanya berkisar di angka 60 %. Angka ini berdasarkan laporan Recruit, sebuah konsultan biro jasa lapangan kerja terbesar di Jepang.

Pada masa sulit tersebut, lebih dari 95% lulusan APU berhasil diserap dunia kerja. Data lain bisa dijadikan acuan adalah laporan hasil survey yang diterbitkan oleh Nikkei Shimbun pada Maret 2012. Survey dilakukan terhadap 186 perusahaan multinasional yang dipilih secara acak di bursa saham Tokyo, dengan pertanyaan utama, lulusan universitas mana yang menjadi prioritas perekrutan perusahaannya.

Hasilnya sangat mengejutkan, terutama pada praktisi pendidikan di Jepang. Hasil suvey itu menyatakan, APU mendapatkan poin tertinggi 8,3 dari 10 point maksimum, disusul berturut-turut oleh universitas-universitas ternama yang telah berumur ratusan tahun seperti Waseda, Keio, Universitas Tokyo dan Universitas Ritsumeikan. Ritsumeikan sendiri merupakan ibu kandung yang telah melahirkan APU pada 12 tahun lalu.

Apakah parameter utama yang dijadikan acuan perusahaan multinasional Jepang merekrut tenaga kerja baru itu?

Berdasarkan laporan Recruit, sepuluh parameter terpenting berturut-turut adalah kemampuan berkomunikasi, kemandirian, kemampuan berkolaborasi/kerjasama, jiwa petualang untuk mencoba (spirit of challenge), loyalitas, jiwa tanggung jawab, fleksibelitas, kemampuan berlogika, keahlian dan kepemimpinan (leadearship).

Hasil ini menunjukkan, kemampuan otak dan keahlian semata, bukanlah faktor terpenting bisa berhasil masuk menjadi tenaga profesional di perusahaan-perusahan multinasional tersebut. Kemampuan komunikasi, kemandirian, kemampuan kerjasama, tanggung jawab dan beberapa jiwa-jiwa dasar sebagai seorang profesional jauh lebih dianggap sebagai faktor penting.

Dilihat dari tingkat keberhasilan di bursa kerja, mengapa lulusan APU dianggap lebih memenuhi kriteria-kriteria tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini, alangkah baiknya kita bahas karakteristik lingkungan dan sistem pendidikan di universitas ini.

Karakteristik lingkungan dan sistem pendidikan

Skala jumlah seluruh mahasiswa universitas ini tidak begitu besar. Jumlah total mahasiswanya berkisar sekitar 6 ribu orang. Mereka terbagi dalam College of Asia Pacific Studies dan International Management. Sampai di sini, tidak ada jauh bedanya dengan universitas di manapun.

Namun. hal yang membuat beda dengan universitas pada umumnya adalah komposisi mahasiswa dan tenaga pendidiknya. Sekitar 40 % dari 6 ribu mahasiswanya adalah orang asing non-Jepang. Mereka datang dari 85 negara. Tenaga pendidiknya juga datang dari 28 negara berbeda. Inilah yang menjadikan lingkungan kampus APU laksana 'kampung global' yang sangat internasional.

Bahasa Inggris dan Jepang adalah pengantar resmi dalam kegiatan perkuliahan. Tetapi, di lingkungan kampus ini, setiap hari ada 85 lebih jenis komunikasi bahasa berbeda ditinjau berdasarkan asal negaranya.

Bagi mereka yang tertarik bahasa Negara tertentu, mencari teman dari negara tersebut adalah metode paling jitu. Mudah sekali ditemukan, misalnya, anak Korea lancar dan fasih berbahasa Indonesa. Atau, sebaliknya anak Indonesia yang pintar berbahasa Korea setelah satu dua tahun belajar di kampus ini.

Hal seperti itu kemungkinan bisa terjadi terhadap bahasa 85 negara asal mahasiswa tersebut. Selain sistem kegiatan perkuliahan di dalam kelas, banyak sekali kegiatan-kegiatan grup diskusi, field study, active learning, internship, dan beberapa aktivitas belajar yang tidak sekedar mengandalkan perkuliahan di dalam kelas.

Bisa dibayangkan, apa yang terjadi seandainya melakukan diskusi dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa berbeda-beda?

Seru. Itu pasti. Dan, banyak sekali terjadi hal-hal di luar perkiraan, termasuk arah isi diskusinya. Tetapi, itu menjadi arena pembelajaran dan pembentukan mental yang sangat bagus, yaitu bagaimana bisa menghadapi orang dari berbagai latar belakang budaya sangat berbeda.

Kondisi kampus APU yang berada di atas bukit jelas membuatnya jauh dari keramaian, namun sebenarnya memiliki andil besar terhadap aktifnya kegiatan-kegiatan non-akademik. Boleh dikatakan, selama 24 jam sehari aktivitas di dalam kampus ini berlangsung tanpa henti. Dari kegiatan-kegiatan ringan, mulai sekedar kumpul-kumpul masak bersama, makan bersama, pertandingan olah raga antarnegara, sampai kegiatan klub-klub olah raga dan seni yang mencapai lebih dari 150 klub.

Kegiatan formal dan informal ini memiliki andil sangat besar dalam mengkondisikan orang-orang dari berbagai negara tersebut ke dalam satu komunitas dalam hubungan satu sama lain yang sangat mencair (melting relation). Aktivitas-aktivitas akademik dan non-akademik tersebut, yang di-setting secara sengaja atau tidak sengaja oleh pihak universitas, sebenarnya menjadi arena pembentukan jiwa lulusannya. Dan jiwa-jiwa itulah yang dianggap sedang matching dengan kondisi bursa kerja di era globalisasi ini. Karena itulah, lulusan APU sedang banyak dinantikan perusahaan multi-nasional untuk beraktifitas di arena global.

Penulis adalah Vice-Dean of Admissions, Associate Professor, Education Development and Learning Support Center (EDLSC) di Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), Jepang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com