”Dalam banyak kasus, pengangkatan kepala sekolah tidak berdasarkan kompetensi dan profesionalisme, tetapi terkait dukungan politik pada pemilihan kepala daerah,” kata Syawal Gultom, Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Jakarta, Senin (23/7).
Terpisah, Siswandari, Kepala Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah Kemendikbud, mengatakan, banyak kepala sekolah yang sudah dilatih hingga memenuhi standar nasional tidak dipilih bupati/ wali kota. ”Pengangkatan kepala sekolah mengabaikan kompetensi. Padahal, jika sekolah dipimpin kepala sekolah yang tak kompeten, sekolah sulit untuk maju,” kata Siswandari dalam acara serah terima pengurus Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) di Jakarta.
Berdasarkan pemetaan kompetensi kepala sekolah di 31 provinsi, ternyata kompetensi sosial dan supervisi kepala sekolah umumnya rendah.
Dalam penelitian kompetensi kepala sekolah ditetapkan batas minimal kelulusan 76. Kenyataannya, nilai 85 hanya pada dimensi kompetensi kepribadian. Adapun kompetensi manajerial dan wirausaha rata-rata 74, supervisi 72, dan sosial 63.
”Untuk kemajuan sekolah, dibutuhkan kepala sekolah yang kompetensinya di atas rata-rata. Kalau cuma rata-rata, perbaikan di sekolah tidak terlalu signifikan, baik untuk guru maupun siswa,” ujar Siswandari.
Berdasarkan data Kemendikbud tahun 2011, kepala sekolah berjumlah 337.724 orang. Jumlah itu terdiri dari kepala sekolah TK 77.823 orang, SD 179.194 orang, SMP 51.770 orang, SMA 19.771 orang, dan SMK 9.116 orang.
Sementara itu, di sekolah-sekolah swasta, pemilihan kepala sekolah juga tergantung dari yayasan. A Fathoni Rodli, Ketua Umum BMPS, mengatakan sekolah-sekolah swasta menghadapi tantangan gulung tikar. Untuk itu, diperlukan peningkatan mutu sekolah lewat kepemimpinan kepala sekolah yang