Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potret Buram Hari Anak Nasional

Kompas.com - 24/07/2012, 15:34 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - MR (11) tampak asik bermain bola bersama teman-temannya, Minggu (22/7/2012) sore. Mendekati pukul 17.00 WIB, dirinya mulai gusar. Ia yakin, tubuhnya akan kembali jadi sasaran pemukulan ayahnya, FT (55), karena lewat 30 menit dari waktu yang telah ditentukan untuk kembali ke rumah.

"Saya pulang jam 5 abis main bola. Diomelin papi, pulang enggak inget waktu, gitu. Dipukul pakai sendal kulit paha sama kepala. Saya nangis," ujarnya saat didampingi ibunya, Seli Viana (39), melapor ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), tepat pada Hari Anak Nasional, Senin (23/7/2012).

Seli berencana berkonsultasi dengan Komnas PA terkait masalah yang hinggap dalam kehidupannya. Ia datang ke Komnas PA, juga atas rekomendasi Polsek Kramat Jati saat melaporkan mantan suaminya FT, yang kerap menganiaya anak keduanya secara berlebihan, siang itu.

FT, pria yang bekerja sebagai pengusaha jual beli properti ini memang terkenal ringan tangan. Tak hanya jika telat pulang main, jika bocah kelas 6 Sekolah Dasar (SD) itu telat sedikit saja dari waktu pulang sekolah, atau melakukan hal yang dianggap kesalahan sedikit saja, ia harus menahan rasa sakit akibat dipukul ayahnya. Tak jarang ia menahannya dengan tangis.

Sang ibu, Seli Viana pun menceritakan sejarah hidupnya yang hampir selama 14 tahun, dihiasi oleh kekerasan oleh mantan suaminya tersebut. "Saya sama papinya nikah sirih tanggal 17 Agustus 1994, anak dua. Waktu masih pacaran biasa, normal, setelah hamil 3 atau 4 bulan baru terjadi," ujarnya.

Hampir setiap hari, hidupnya selalu diwarnai dengan aksi pemukulan, dengan penyebab yang kebanyakan sepele. Namun, yang paling diingatnya adalah ketika dirinya ditendang sehingga menyebabkan mata kanannya hampir cacat dan berujung di ruang penyidik kepolisian. Namun, atas alasan kekeluargaan, kasusnya selalu direlakan untuk ditutup.

"Sejak anak saya umur dua tahun sering dipukul, sudah pernah 3 kali ke kantor polisi, tapi ya gitu, pihak keluarga mantan suami saya selalu bujuk untuk cabut tuntutan, tapi itu paling bertahan 4 bulan, selanjutnya, gitu lagi," lanjutnya.

Atas alasan itu lah, pada tanggal 12 Februari 2011, ia memutuskan untuk berpisah. Anak pertamanya, DV (16) menetap di rumah kontrakannya di bilangan Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur. Sementara, MR diasuh oleh ayahnya di bilangan Cipayung, Jakarta Timur. Ia dan kedua anaknya mengaku kenyang atas perlakuan kasar yang dilakukan FT.

"Saya seminggu sekali nengok anak saya ke sekolah. Dia kabur terus, ternyata saya baru tau, dia takut dipukul kalau ketemu saya. Dia enggak boleh komunikasi lagi sama saya," lanjutnya.

Kini, ia terpaksa mengamankan MR di kediamannya untuk sementara waktu. Sementara, ia yakin FT mencari anaknya di kediamannya. Oleh sebab itu ia merasa bingung akan dititipkan kemana puteranya tersebut. Akhirnya, ia pun memutuskan melapor ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Jakarta Timur.

Peristiwa yang dialami Seli merupakan potret buram kondisi anak Indonesia yang haknya masih belum dilindungi. Merujuk pada data pengaduan masyarakat, Komnas PA mencatat setidaknya ada 686 kasus pelanggaran hak anak selama tahun 2012. Angka ini diprediksi meningkat pada semester kedua tahun 2012.

"Tingginya angka pengaduan kekerasan terhadap anak, menunjukkan tanda bahwa lingkungan anak yang seharusnya jadi benteng perlindungan anak, justru menjadi pelaku utama," ujar Arist Merdeka Sirait.

Menurut Arist, keluarga atau orang tua yang seharusnya menjadi satu pilar penanggung jawab perlindungan anak, malah gagal. Bahkan menjadi pihak yang menakutkan bagi sang anak.

"Makanya, untuk menekan budaya kekerasan, perlu adanya sosialisasi bahkan kampanye anti kekerasan yang dilakukan pemerintah, lingkungan sekolah dan organisasi masyarakat," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com