Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadisdik DKI: Sekolah Tak Boleh, yang Boleh Komite

Kompas.com - 26/07/2012, 14:20 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto menegaskan, pihak sekolah tidak boleh melakukan pungutan apa pun kepada siswanya. Ia mengatakan, yang dimungkinkan melakukan pungutan adalah Komite Sekolah, dengan catatan penerapannya memenuhi unsur demokratis.

"Dalam undang-undang diperkenankan ada peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan. Jika itu bisa dilakukan secara musyawarah, demokratis dan tetap mempertimbangkan ada yang tidak mampu, kan boleh saja," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/7/2012).

Ia mengungkapkan, salah satu pasal dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, pendidikan adalah urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Menurut Taufik, Komite Sekolah masuk dalam unsur masyarakat di mana berhak memberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan.

"Bukan berarti sekolah yang mengambil, tapi Komite Sekolah. Intruksi dari Dinas, mereka harus bekerja optimal, target kurikulum tercapai. Yang pasti sekolah menjalankan peranannya, kalau komite mau, bisa saja bekerja sama dengan pihak sekolah," papar Taufik.

Pernyataan Taufik tersebut, merupakan tanggapan atas sosialisasi iuran yang dilakukan Komite SMA 14 kepada sekitar 800 siswanya. Semula direncanakan akan ada iuran sebesarRp 200 ribu per siswa per bulan. Pihak komite dan sekolah melakukan langkah tersebut sebagai inisiatif karena bangunan sekolah mereka tengah direhabilitasi total. Sementara, gedung pengganti berupa SD yang disediakan, tidak memenuhi klasifikasi sekolah berstandar nasional tersebut.

Oleh sebab itu, komite dan sekolah berinisiatif mencari bangunan alternatif yang mampu mengakomodasi kegiatan belajar mengajar selama gedung sekolah di rehabilitasi total. Kedua pihak tersebut kemudian mendapatkan sewa gedung di Kompleks STIKES Binawan, Jl. Dewi Sartika, Kramat Jati, Jakarta Timur.

Pihak sekolah kemudian melakukan pengelolaan dana secara swadaya untuk menyewa bangunan tersebut. Dengan alasan tersebut, komite melakukan sosialisasi tentang iuran sebesar Rp 200 ribu per bulan kepada wali murid. Pihak komite menyatakan bagi siswa yang tidak mampu, bisa menyertakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Taufik menambahkan, Dinas Pendidikan sendiri memang hanya memberikan dana pada sektor rehabilitasi total bangunan. Pihaknya tidak memberikan dana pemindahan atau penampungan sementara. Oleh sebab itu, dalam kasus SMA 14, ia mengaku, langkah yang ditempuh komite dan sekolah untuk mencari alternatif demi kelancaran pendidikan, wajar adanya.

"Yang dimaksud biaya investasi dan operasional. Investasi itu gedung, operasional itu gaji guru, memang gratis. Kalau SMA 14 ini khusus, kan sedang kita perbaiki. Supaya fasilitas lebih representatif dan memadai, itu silahkan, asalkan tetap demokratis seperti yang tadi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com