Jakarta, Kompas -
”Sampai saat ini berapa kali gonta-ganti kebijakan perbaikan dan peningkatan mutu guru. Tidak disiapkan dengan baik. Jadinya seperti hari ini, UKG online gagal,” kata Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia Iwan Hermawan di Jakarta, Senin (30/7). Ia menilai uji kompetensi guru (UKG) sebagai proyek dadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Organisasi guru sudah mengingatkan agar pemerintah tidak tergesa-gesa menerapkan kebijakan, termasuk UKG tersebut. Banyak guru di daerah dinilai belum siap mengikuti ujian yang diperuntukkan bagi guru bersertifikat itu.
Salah satu peserta, Anny Sri Handayani, guru SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan, mengatakan, pelaksanaan UKG tanpa pemberitahuan jauh hari. ”Saya baru mendapat undangan hari Sabtu (28/7). Undangannya juga keliru, di sini tertera saya tes di SMA 3, tetapi di internet saya ujian di SMK 3. Semuanya serba mendadak,” ungkapnya.
Meski banyak keluhan, uji kompetensi guru itu disambut positif. ”Ujian ini relatif bagus karena secara tak langsung bisa melihat kompetensi guru. Sejauh ini ada yang setuju dan tidak, tetapi secara pribadi saya setuju,” ujar Taufik Lesmana, guru SMP Sabilal Muhtadin di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Menurut dia, profesionalitas guru tak hanya ditentukan dari bagaimana mengajar di kelas. Namun, juga bagaimana menguasai hal lain, termasuk teknologi.
Secara khusus, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyatakan bahwa mereka tetap mendukung upaya peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru yang benar dan baik. Namun, motivasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga harus diluruskan, jangan sampai melaksanakan UKG untuk menghukum guru.
”Jangan berpikir karena guru kompetensinya belum baik, terus dilakukan UKG itu. Peningkatan kompetensi dan profesionalitas hanya bisa dengan pembinaan, diklat, dan kegiatan ilmiah yang tepat, di samping kesadaran dari guru bersangkutan,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistyo.
Di Jakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menjelaskan, UKG bukan alat untuk meningkatkan kemampuan guru dan menyatakan lulus atau tidak lulus. ”Kalau kemampuannya mentok, sekolah harus memberi pendampingan,” kata Nuh.