Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi: Penahanan Tersangka 'Bullying' Sudah Obyektif

Kompas.com - 02/08/2012, 21:18 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Hermawan menyatakan, penyidik sudah mempertimbangkan secara seksama sebelum memutuskan penahanan para pelaku bullying terhadap siswa kelas 1 SMA Don Bosco. Pihaknya sudah mempertimbangkan baik sisi usia maupun status dan kewajiban para tersangka sebagai pelajar.

"Bukan subyektif (alasan penahanan). Kita sudah obyektif. Semua sudah dipertimbangkan. Kami sudah beberapa kali gelar (perkara) untuk menentukan apakah anak ini bisa ditahan atau tidak," ujar AKBP Hermawan dalam paparan pers di Mapolrestro Jakarta Selatan, Kamis (2/8/2012) sore.

Ia juga memaparkan, sebelum menutuskan penahanan para tersangka pihaknya sudah mempertimbangkan ketentuan yang diatur Pasal 16 UU ayat 3 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Pasal tersebut menyebutkan masalah penahanan dan penanganan hanya dapat dilakukan jika sesuai dengan hukum yang berlaku. Hukum yang berlaku di sini ya KUHAP," jelas Hermawan.

Ia melanjutkan, dasar penahanan yang dipakai penyidik adalah Pasal 170 KUHP. Selain itu, turut digunakan sebagai dasar penahanan Pasal 351 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP serta Pasal 80 UU Perlindungan Anak. Sedangkan, pertimbangan penahanan mengacu pada Pasal 16 UU Perlindungan Anak.

Menurut Hermawan, masyarakat pun akan sepakat bahwa para tersangka perlu diberi tindakan hukum yang tegas demi menghasilkan efek jera. Sebab apa yang dilakukan ketujuh tersangka terhadap para korban bukan lagi kenakalan biasa.

"Tindakan memegang kepala korban lalu kepala ditendang dengan menggunakan dengkul, disuruh mengangkat beban batu yang kelewat berat, disuruh push-up, yang nggak bisa perutnya ditendang, menyundut rokok dari tangan sampai leher, melukai tangan, ada juga kaki, itu semua bukan perpeloncoan biasa. Itu sudah termasuk tindak kejahatan," urai Hermawan.

Apalagi, lanjut dia, para tersangka tidak menampakan rasa penyesalan maupun rasa bersalah. Mereka beranggapan apa yang mereka lakukan sebagai kewajaran yang biasa diperbuat senior kepada yunior.

"Apalagi kalau mempertimbangkan dampak traumanya yang besar. Tidak hanya kepada anak-anak yang menjadi korban, tetapi juga terhadap orangtua mereka," kata Hermawan.

Ia menjelaskan, ada korban yang muntah-muntah selama tiga hari. Ada juga korban lain yang terus berteriak-teriak karena mengalami trauma. Sebagian besar korban malah menolak untuk bersekolah lantaran takut bertemu para senior yang melakukan tindak kekerasan kepada mereka.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com