KOMPAS.com - Tahun ajaran baru kerap dihiasi kepahitan yang sama. Jika tidak soal pungutan liar, ya soal bullying atau kekerasan untuk siswa baru. Yang terakhir, nyaris berulang setiap tahun, bahkan sering kali ditemui dilakukan dengan cara-cara yang sama.
Akhir bulan lalu, publik dikejutkan dengan kasus kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya di SMA Don Bosco. Seperti biasanya, terjadi selama masa orientasi siswa (MOS) di awal tahun ajaran baru.
Para senior mengajak tujuh siswa kelas I di sebuah tempat, biasanya tempat nongkrong yang cukup jauh dari keramaian, atau paling tidak jauh dari perhatian dan kepedulian orang-orang sekitar, untuk "perkenalan" mental. Siswa-siswa baru yang masih "bau kencur" itu pun diminta duduk dan menunduk sembari para senior menutup wajah mereka dengan jaket.
Dalam keadaan menunduk, gelap karena wajahnya ditutup dan secara psikologis merasa junior tak boleh melawan senior, mereka mengalami tindak kekerasan, antara lain ditempeleng, dijambak, dipukul, dipaksa minum minuman keras dan disundut rokok.
Informasi kekerasan di sekolah ini diawali keberanian seorang orangtua murid untuk mengungkapkan kondisi anaknya yang pulang sekolah dengan tubuh babak belur. Menurut pengakuan sang anak, dia diculik ke sebuah lokasi dan berhadapan dengan 18 remaja. Delapan orang adalah siswa kelas III dan sisanya diduga alumni sekolah tersebut.
Dari pemeriksaan polisi kepada para senior yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka diperoleh alasan para pelaku melakukan kekerasan kepada para juniornya. Status senior adalah alasan utamanya.
"Motivasinya, mereka merasa sebagai senior sehingga menurut para tersangka pelaku, tindakan mereka terhadap beberapa siswa junior tersebut masih wajar," ungkap Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Selatan AKBP Hermawan.
Para senior menunjukkan keperkasaan dan "kewibawaan" mereka dengan mengintimidasi para juniornya dan memaksa mereka menuruti semua perintah. Prinsip yang dipegang dari tahun ke tahun sama saja. Pasal pertama, senior tak pernah salah. Pasal kedua, jika senior salah, kembali ke pasal pertama. Maka terjadilah kekerasan.
Dorongan alam bawah sadar
Psikolog anak, Seto Mulyadi, mengatakan masalah kekerasan di sekolah sangat rumit dan kompleks. Pria yang akrab dipanggil Kak Seto ini menilai faktor trauma dan keinginan balas dendam menjadi pemicu remaja untuk melakukan tindak kekerasan kepada pihak yang lebih "lemah" darinya, bisa secara fisik, bisa pula secara status.
Mereka memanfaatkan waktu MOS sebagai salah satu waktu yang tepat untuk melampiaskan dendam karena traumanya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.