JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah untuk mulai menggulirkan program wajib belajar (Wajar) 12 tahun perlu diapresiasi dan diberikan dukungan. Akan tetapi, pemerintah sebaiknya tidak tergesa-gesa dan melakukan evaluasi terhadap Wajar 9 tahun yang jauh lebih dulu dilaksanakan.
Pasalnya, klaim pemerintah tentang Wajar 9 tahun yang sudah tuntas seakan bertabrakan dengan fakta sebenarnya. Masih banyak anak usia jenjang pendidikan dasar yang kesulitan mengakses pendidikan.
Pemerhati pendidikan anak, Seto Mulyadi mengungkapkan, angka putus sekolah jenjang pendidikan dasar masih tinggi. Meski, tidak hapal betul berapa angkanya, namun ia memastikan bahwa angkanya tidak kecil.
"Saya mendukung wajar 12 tahun, tapi tolong jangan diabaikan nasib wajar 9 tahun yang belum tuntas. Angka putus sekolah baik SD maupun SMP masih memprihatinkan," kata pria yang akrab disapa Kak Seto ini, Senin (27/8/2012), di Jakarta.
Seto menilai, banyak indikator yang menunjukkan wajar 9 tahun masih belum tuntas. Bahkan, di kota-kota besar masih banyak anak-anak yang berada di jalanan pada jam sekolah untuk mencari uang.
"Kita lihat faktanya, masih banyak anak jalanan usia SD-SMP yang belum mengenyam pendidikan. Keberadaan sekolah-sekolah di kolong jembatan adalah potret bahwa anak-anak masih kesulitan bersekolah," terangnya.
Seto meminta agar pemerintah melakukan evaluasi terkait penuntasan wajar 9 tahun. Evaluasi itu harus dilakukan secara serius dan mendalam serta melibatkan semua pihak.
"Pemerintah jangan mengambil sikap sendiri, ajak bicara organisasi guru, dan pemangku kepentingan lainnya," ujar Ketua Dewan Pembina Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini.
Untuk diketahui, sejumlah data angka putus sekolah jenjang pendidikan dasar masih memprihatinkan. Menurutnya, data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) di 2011 mencatat tidak kurang dari setengah juta anak usia SD masih putus sekolah. Ada pun, untuk jenjang SMP, ada sekitar 200 ribu anak yang juga mengalami putus sekolah.
Dalam Laporan Education for All Global Monitoring Report yang dirilis UNESCO 2011, tingginya angka putus sekolah ini menyebabkan peringkat indeks pembangunan Indonesia rendah. Yakni, peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index.
Bahkan, pada tahun 2010 anak-anak di usia 7-15 tahun yang terancam putus sekolah mencapai 1,3 juta. Di Jakarta sendiri, angka putus sekolah tingkat SD pada tahun 2009 mencapai 14.341, dan SMP mencapai 2.510 anak.
Data lain juga menunjukkan hal yang sama. Pada tahun 2009, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengungkapkan, jumlah anak putus sekolah SD rata-rata 600.000 hingga 700.000 siswa per tahun. Sementara itu, jumlah anak putus sekolah SMP rata-rata 150.000 sampai 200.000 orang siswa setiap tahunnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.