Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arah Kurikulum Belum Jelas

Kompas.com - 04/09/2012, 08:56 WIB
Luki Aulia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kurikulum pendidikan suatu bangsa semestinya terkait dan selaras dengan arah pembangunan nasional. Saat ini, arah pembangunan nasional tidak jelas sehingga arah kurikulum pendidikan untuk mencetak manusia unggul juga tidak jelas.

”Perjelas dulu arah pembangunan bangsa. Setelah itu, baru dijabarkan dalam kurikulum dan metode pembelajarannya,” kata praktisi pendidikan dari Universitas Paramadina, Muhammad Abduhzen, Senin (3/9/2012), di Jakarta.

Tanpa kejelasan arah pembangunan bangsa, kurikulum pendidikan menjadi kabur, bisa dijejali berbagai materi pelajaran yang tak penting, bahkan bisa disisipi kepentingan politik sesaat. ”Padahal, seharusnya kurikulum pendidikan untuk kemajuan bangsa. Tak boleh ada kepentingan politik,” kata Abduhzen menanggapi langkah pemerintah yang sedang mengevaluasi kurikulum pendidikan di jenjang SD, SMP, dan SMA.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menilai jumlah 17 mata pelajaran di SMA terlalu banyak. Karena itu, terbuka kemungkinan beberapa mata pelajaran digabung atau dipadatkan, bahkan sebagian materi dihapus. Selain itu, jam pelajaran per minggu sedang dikaji untuk ditambah.

Nuh juga menyoroti rendahnya minat siswa dan mahasiswa pada bidang sains dan teknologi. Saat ini, jumlah mahasiswa sains dan teknologi hanya sekitar 11 persen. ”Padahal, untuk negara yang sedang berkembang, minimal 22 persen dari jumlah mahasiswa,” katanya.

Terlalu banyak

Guru Besar (Emeritus) Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta HAR Tilaar mengatakan, kurikulum yang berlaku saat ini perlu disederhanakan karena mata pelajaran yang diberikan kepada siswa terlalu banyak. Pendidikan dasar seharusnya dipusatkan pada baca-tulis-hitung, ditambah Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan khusus di daerah tertentu ditambah dengan Bahasa Inggris.

Di jenjang SMA/SMK barulah materi ditambah dengan sejarah dunia dan keterampilan dasar abad ke-21, seperti komputer. ”Murid dirangsang untuk belajar sendiri, sedangkan guru memfasilitasi,” ujarnya.

Korelasi dengan potensi

Abduhzen mengingatkan, bangsa ini memiliki potensi di bidang pertanian, perikanan, dan mengarah ke industri. Semestinya pendidikan mendukung dan berkorelasi dengan potensi itu.

”Kenyataannya, pertanian tidak menjadi basis perekonomian. Bangsa kita tidak menggarap serius sektor pertanian dalam pembangunan bangsa,” ungkapnya. ”Akibatnya, petani menyekolahkan anak-anaknya agar jangan menjadi petani seperti bapaknya,” ujarnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kemdikbud Suyanto menambahkan, kurikulum yang sedang dievaluasi terutama menyangkut materi pelajaran yang terlalu banyak. Di sisi lain, kurikulum revisi nantinya harus bisa menjawab berbagai persoalan bangsa. (LUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com