Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayar Rp 250 Juta Masuk Fakultas Kedokteran Tanpa Tes

Kompas.com - 04/09/2012, 19:36 WIB
Kontributor Semarang, Puji Utami

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com -- Salah seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Urfia mengaku diterima di FK tanpa melalui tes dan wawancara. Ia mengaku telah mengeluarkan uang sebesar Rp 250 juta untuk masuk jurusan tersebut.

Hal itu mengemuka pada sidang kasus pemalsuan ijazah oleh tersangka Dwi Hartono alias Ferry, mahasiswa FK Unissula angkatan 2004 yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang Selasa (4/9/2012). Urfia sendiri menghadiri persidangan sebagai saksi.

Urfia mengaku tidak tahu menahu proses penerimaan mahasiswa di universitas itu. Ia hanya menyerahkan fotokopi rapor, ijazah dan pas foto pada ibunya.

"Setahu saya uang yang ditransfer Rp 250 juta, dan awalnya sebagai uang muka sebesar Rp 20 juta, ditransfer ke Ferry. Setelah itu, saya tidak pernah dipanggil tes dan tahu-tahu ada surat pemberitahuan kalau saya diterima," ungkapnya yang mengaku lulusan SMA 1 Blora tahun 2010 dari Program Studi IPS.

Di depan majelis hakim yang dipimpin Kisworo, ia juga mengatakan keinginannya untuk masuk ke FK karena dorongan keluarga. Ia sendiri mengenal Very karena dikenalkan oleh keluarganya.

"Saya tidak tahu kalau ternyata diterima menggunakan ijazah palsu jurusan IPA, saya justru tahu dari penyidik Polrestabes dan pada 2011 atau dua semester di Unissula, saya keluar lalu kuliah di Udinus (Universitas Dian Nuswantoro) Semarang," tambahnya.

Melalui jasa Very, ijazah Urfia dibuatkan seolah lulusan SMA Maarif Srumbung, Magelang jurusan IPA. Hal itu digunakan sebagai syarat administratif masuk FK Unissula yang juga dilakukan pada empat mahasiswa lain.  

Pada persidangan hadir pula sejumlah saksi antara lain Dekan FK Unissula Taufiqqurachman beserta dua orang staf yang menjadi anggota tim investigasi serta yang melaporkan kasus tersebut. Taufiqurrachman menyatakan diterima dan tidaknya calon mahasiswa merupakan wewenang dari pihak rektorat.

"Untuk jalur PMB (penelusuran minat dan bakat) pihak fakultas memang diajak rapat, tapi kewenangan tetap di rektorat," ujarnya. Ia mengaku khawatir jika hal ini berlanjut maka akan menurunkan kredibilitas dan akreditasi FK Unissula.

Seperti diberitakan, kasus ini muncul dari laporan Taufiqurrachman terkait dugaan adanya pemalsuan data dan nilai oleh mahasiswanya. Hal itu diketahui ketika tim Medical Education Unit FK Unissula yang menemukan nilai akademik salah satu mahasiswa berada di bawah standar.

Akhirnya mahasiswa tersebut mengaku tidak sanggup mengikuti pelajaran dan memang berasal dari jurusan IPS bukan IPA seperti pada dokumen saat pendaftaran. Very sebagai pelaku pemalsuan dokumen bersama rekannya, Rizal (DPO) mengaku sudah melakukan aksinya sejak 2006. Hal itu dilakukan melalui sebuah lembaga bimbingan belajar di Yogyakarta dengan tarif masuk Rp 50 juta hingga hampir Rp 1 miliar tiap jurusan.

Berdasarkan data pihak kepolisian, bimbingan belajar ini bisa memasukkan calon mahasiswa dengan ijazah palsu dan joki saat ujian masuk untuk berbagai jurusan favorit di sejumlah universitas ternama di Yogyakarta, Semarang, Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com