Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perguruan Tinggi Asing: Peluang atau Ancaman?

Kompas.com - 06/09/2012, 10:41 WIB
Amanda Putri/Hendriyo Widi

Penulis

KOMPAS.com — Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat untuk disahkan pemerintah pada 13 Juli lalu meninggalkan banyak pertanyaan. Salah satunya soal posisi perguruan tinggi asing di Tanah Air saat undang-undang ini diterapkan.

Sejumlah kalangan berharap kehadiran perguruan tinggi (PT) asing membantu mengembangkan pendidikan di Indonesia. Namun, kekhawatiran terbesar, PT asing justru akan menjadi ancaman bagi PT di Tanah Air.

Selain diharapkan melengkapi pendidikan yang selama ini belum ada di Indonesia, masuknya PT asing juga bisa menjadi ajang ”menambah” pendapatan negara di bidang perizinan.

Dalam diskusi mengenai ”Pro dan Kontra UU Pendidikan Tinggi” yang digelar harian Kompas di Kota Semarang, Jawa Tengah, 31 Juli 2012, sejumlah pengelola perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) di Kota Semarang dan sekitarnya memandang PT asing tidak perlu masuk ke Indonesia. Kehadiran PT asing dikhawatirkan justru akan menggilas perguruan tinggi di Tanah Air, terutama PTS.

Dalam diskusi yang dihadiri sejumlah rektor PTN dan PTS, serta pengamat pendidikan, Rektor Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Sudharto P Hadi secara terang-terangan mengungkapkan kekhawatirannya jika PT asing benar-benar masuk ke Indonesia.

”Harus ada rambu-rambu yang jelas dan kuat. Kalau tidak, PT asing pasti akan berorientasi profit. Padahal, tugas perguruan tinggi bukan hanya memenuhi kebutuhan pasar, melainkan kami memiliki visi menjadi pusat pemikiran, siapa yang memikirkan karakter bangsa, fenomena global warming, kalau program studi ditutup,” katanya.

Sudharto mencontohkan, di Undip ada beberapa program studi (prodi) yang sepi peminat, seperti Prodi Sejarah atau Ilmu Kelautan dan Perikanan. Walaupun peminatnya minim, prodi tersebut tetap dipertahankan Undip.

”Jika prodi itu ditutup, siapa yang akan meneliti sejarah bangsa, siapa yang memikirkan bagaimana nasib pesisir Jateng yang rusak karena abrasi dan minim sabuk laut? Tak mungkin PT yang berorientasi profit memikirkan hal itu,” ujarnya.

Percepat kematian PTS

Rektor Universitas Sultan Fatah (Unisfat), Demak, Suemi secara terang-terangan mengungkapkan, adanya PT asing bisa mempercepat kematian perguruan tinggi swasta karena, selama ini, bagi PTS kecil, berjuang untuk bertahan saja sudah berat, apalagi jika harus bersaing dengan PT asing.

”Beda dengan PTN yang dananya disokong pemerintah dan tinggal berkonsentrasi meningkatkan kualitas. Contohnya Unisfat yang baru berdiri 10 tahun lalu di Kabupaten Demak, selama ini mengandalkan pembiayaan murni dari mahasiswa, yang jumlahnya relatif konstan dari tahun ke tahun, yaitu sekitar 1.000 mahasiswa,” katanya.

Dari pengalaman selama ini, menurut Wakil Rektor I Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Widiyanto, masuknya institusi keuangan asing terbukti mampu mengalahkan institusi keuangan dalam negeri. Institusi keuangan saja seperti itu, apalagi masuk perguruan tinggi asing, yang terasa terutama PTS. PTN mungkin tidak terlalu tergoyahkan.

”Apa betul PT asing berprinsip nirlaba. Ini yang saya masih tanda tanya. Saya sangsi dengan apa yang ditulis prinsip nirlaba. PT asing memang bekerja sama dengan PT Indonesia atas izin pemerintah, tetapi harus kita perhatikan PT asing dari mana,” paparnya.

Mantan Ketua Forum Rektor Indonesia Eko Budihardjo mengungkapkan kekhawatiran akan masuknya PT asing. Eko bahkan menilai sanksi yang diatur dalam UU PT bagi PT asing yang melanggar UU relatif ringan, yaitu pidana penjara maksimal 10 tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar bagi yang melanggar ketentuan itu.

”Apalah arti Rp 1 miliar sekarang ini, apalagi bagi PT asing? Undang-undang ini tidak memberikan sanksi yang tegas dan jelas. Ini benar-benar tidak masuk akal,” kata Eko yang juga mantan Rektor Undip.

Pemerintah harus selektif

Dengan diaturnya dalam UU PT, menurut Pembantu Rektor II Universitas Sebelas Maret Solo Jamal Wiwoho dan pengamat pendidikan JC Tukiman Taruna, suka tidak suka, PT asing akan masuk ke Indonesia.

UU PT mengatur PT asing yang menyelenggarakan pendidikan di Indonesia harus terakreditasi di negara asal. Selain itu, pemerintah yang menetapkan daerah, jenis, dan program studi apa yang dapat untuk diselenggarakan PT asing itu.

Di samping itu, penyelenggara pendidikan asing wajib bekerja sama dengan PT dalam negeri atas izin pemerintah, berprinsip nirlaba, mengangkat dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia, serta wajib mendukung kepentingan nasional. ”Tantangan bagi dosen Indonesia harus menguasai bahasa Inggris yang baik walaupun dalam UU PT bahasa pengantar adalah bahasa Indonesia,” ujar Jamal.

Oleh karena sudah diaturkan, Widiyanto berharap, jika memang PT asing diperbolehkan masuk Indonesia, kuncinya ada di tangan pemerintah. Pemerintah harus benar-benar selektif dalam mengizinkan PT asing masuk Indonesia. Pemerintah juga perlu memperhatikan betapa PT dari Eropa dan Australia sangat ekspansif.

”Siapa yang dapat menjamin bahwa PT asing dan PT di dalam negeri benar-benar bekerja sama? Apa betul PT dalam negeri bisa mengimbangi PT asing? Saya kira kita akan kelelep (tenggelam). Kita hanya jadi pancikan (landasan) saja, ” katanya.

Perlu ada ukuran yang jelas. Untuk dosen, misalnya, harus disebutkan eksplisit jumlah tenaga pengajar asing yang diperbolehkan, juga pengajar dari Indonesia berapa jumlahnya.

Kini semuanya tergantung pemerintah. (son/who)

baca juga: Diskusi UU Pendidikan Tinggi (1) - Perguruan Tinggi Asing: Peluang atau Ancaman?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com