Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah Dibongkar dan Disegel

Kompas.com - 11/09/2012, 03:16 WIB

Jakarta, Kompas - Sekitar 500 siswa MTs dan SMK 1 Pondok Karya Pembangunan Jakarta Islamic School di Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, tidak bisa belajar, Senin (10/9). Pasalnya, tembok sekolah dibongkar dan disegel kerabat ahli waris Siman bin Buntun yang mengklaim berhak atas lahan sekolah.

Boris Kurius Malau, kuasa hukum ahli waris, menyatakan, tindakan warga dipicu kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diduga merampas tanah milik Siman seluas 20.020 meter persegi.

Menurut Boris, Siman atau ahli waris berhak atas tanah yang kini jadi tempat berdirinya kompleks Pondok Karya Pembangunan Jakarta Islamic School (PKP JIS) yang dikelola Yayasan PKP DKI Jakarta. Dasar ahli waris adalah Girik C, Nomor 119, Persil 24, Blok D.II atas nama Siman bin Buntun. ”Bertahun-tahun ahli waris menuntut ganti rugi, tapi tak dipedulikan sehingga timbul tindakan ini,” katanya.

Senin pagi, kerabat ahli waris mendatangi dan mengotori sekolah dengan menjatuhkan tong berisi sampah. Pintu kelas juga ditempeli kertas bertuliskan ”Sekolah ini disegel ahli waris (alm) Siman”.

Ketika datang dan melihat situasi itu, siswa bingung dan panik. Guru akhirnya mengumpulkan siswa di mushala dan mengumumkan pada Senin dan Selasa siswa belajar di rumah dan diberi tugas. Saat siswa diberi pengumuman, kerabat ahli waris membongkar tembok MTs dan SMK 1 di Gang Darussalam. Ketika semua siswa pulang, kerabat memalangi pintu kelas dengan bambu dan kayu.

Korbankan pendidikan

Kepala Bagian Humas Yayasan PKP Endang Supriyatna menyesalkan siswanya tidak bisa belajar akibat pembongkaran tembok dan penyegelan sekolah. Tindakan ahli waris itu salah sasaran karena pemilik lahan dan bangunan adalah Pemrov DKI Jakarta. ”Seharusnya tuntutan ditujukan ke sana karena kami ditunjuk cuma sebagai pengelola oleh pemerintah,” kata Endang.

Agar masalah tidak memengaruhi siswa, pihak yayasan meliburkan siswa selama dua hari. Selepas itu, yayasan masih perlu melihat situasi dan berkoordinasi dengan pemerintah.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengatakan akan berkoordinasi dengan PKP agar kegiatan belajar-mengajar di sekolah itu tidak terganggu. ”Besok (Selasa) anak- anak harus tetap belajar,” katanya. Masalah atas tanah seharusnya tak boleh mengorbankan kepentingan siswa menuntut ilmu.

Kepala Bidang Pengendalian dan Perubahan Status Aset Badan Pengelolaan Keuangan Daerah DKI Jakarta Didit Yustiana mengatakan, lahan yang dipersoalkan itu sudah dibebaskan pada 1974-1976 di era Gubernur Ali Sadikin. Luasnya 185.300 meter persegi, termasuk Danau PKP atau masih disebut Rawabambon. ”Sudah diinventarisasi,” katanya.

Kendati sudah dibebaskan sejak lama, sampai saat ini lahan belum bersertifikat. Dokumen atas tanah itu masih berupa girik dan jumlahnya banyak.

”Dulu pernah diusulkan ke BPN, tetapi tanah itu sangat luas. Pemerintah belum siap, terutama dengan faktor nonteknis,” kata Didit. Waktu itu, anggaran untuk sertifikasi belum cukup dan tidak bisa diambil dari APBD. Namun, kini, anggaran untuk sertifikasi sudah diusulkan lagi.

Tentang penyelesaian masalah klaim ahli waris, kata Didit, sudah beberapa kali diadakan pertemuan. Pertemuan terakhir pada 6 September 2012, kuasa hukum ahli waris diundang, tetapi tidak hadir.

Menurut Didit, setiap kali ada pembangunan fisik di atas tanah itu selalu muncul klaim dari ahli waris. Pelbagai klaim mulai bermunculan sejak 2000 saat pemilik tanah (Siman bin Buntun) meninggal dunia. ”Kami pernah menawarkan agar membawa masalah ini ke pengadilan, tetapi mereka tidak mau,” kata Didit.

Hingga kini belum ada gugatan hukum yang diajukan ahli waris kendati pemerintah menyatakan sudah siap menghadapinya.

Saling melaporkan

Mengenai perusakan, penyerobotan, pemasangan pagar, dan penanaman pohon pisang di dalam sekolah, pemerintah menilai tindakan ahli waris melanggar hukum acara pidana. Namun, ahli waris juga merasa pemerintah melanggar hukum.

Yayasan dan ahli waris saling melaporkan ke Polres Metro Jakarta Timur. Yayasan melaporkan ahli waris karena merusak aset milik orang lain. Ahli waris melaporkan yayasan karena diduga menyerobot lahan warga.

Kepala Satreskrim Polres Metro Jaktim Ajun Komisaris Besar Dian Perry mengatakan, pihaknya masih memeriksa 16 terduga pelaku perusakan dan 4 pelapor. ”Untuk laporan dari ahli waris itu persoalan perdata sehingga belum bisa kami tindak lanjuti,” kata Dian Perry. (BRO/FRO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau