Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/09/2012, 15:21 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat pendidikan Institut Teknologi Bandung (ITB), Iwan Pranoto, memberi catatan penting kepada pemerintah terkait dengan mekanisme Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Bagi dia, yang terpenting, pemerintah berpikir agar kebijakan itu mewakili peserta didik yang bersekolah di daerah pedalaman.

"Yang penting itu bagaimana keterwakilan sekolah di pedalaman supaya siswanya bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi negeri (PTN)," kata Iwan saat dihubungi Kompas.com, Jumat (14/9/2012) siang.

Iwan menjelaskan, keterwakilan sekolah di daerah dapat diangkat dengan cara memperbaiki data dan peta seluruh sekolah berdasarkan kualitasnya. Pasalnya, selama ini dia menilai mahasiswa di PTN, khususnya PTN favorit, lebih didominasi para pelajar dari kota-kota besar. Bahkan, bila dikerucutkan lagi, masyarakat dari Pulau Jawa adalah sebagian besarnya.

"Kenyataannya lain, anak-anak berlian seperti tertutup lumpur karena sekolahnya kurang bagus, sedangkan anak-anak dari sekolah bagus seperti beling yang dipoles sehingga menyerupai berlian," ungkapnya.

Jalur masuk ke PTN kemungkinan akan berubah mulai tahun depan. Majelis Rektor PTN sampai saat ini masih terus merumuskan proporsi di setiap jalur masuknya. Meski belum final, Ketua Majelis Rektor PTN Idrus Paturusi menyampaikan, pintu masuk PTN melalui jalur undangan akan diperlebar menjadi 90 persen, sisanya disiapkan untuk para siswa yang lulus di tahun pelajaran sebelumnya.

Menurut Iwan, proporsi 90 persen jalur undangan untuk saat ini belum baik dilaksanakan. Pasalnya, selain lemahnya data mengenai sekolah berdasarkan kualitas, pemerintah juga dituding memutuskan kebijakan itu tanpa riset yang jelas.

"Katanya mau membangun budaya riset di universitas maka semua kebijakan harus berdasarkan riset. Nah, keluar angka 90 persen itu risetnya dari mana," pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    28th

    Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

    Syarat & Ketentuan
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
    Laporkan Komentar
    Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Verifikasi akun KG Media ID
    Verifikasi akun KG Media ID

    Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

    Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com