Dana abadi pendidikan disisihkan dari seluruh anggaran fungsi pendidikan negara mulai tahun 2010 sebesar Rp 1 triliun. Pada tahun 2011 ditambah sebesar Rp 2,6 triliun dan pada 2012 Rp 7 triliun sehingga jumlahnya saat ini sekitar Rp 10,6 triliun.
Pada rapat kerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dengan Komisi X DPR, akhir pekan lalu, pemerintah berencana menambah dana abadi pendidikan, atau istilah resminya dana pengembangan pendidikan nasional, sebesar
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memanfaatkan bunga dari dana abadi pendidikan yang jumlahnya sekitar Rp 300 miliar untuk tiga hal, yakni beasiswa S-2 dan S-3 di luar dosen, penelitian berskala nasional, serta rehabilitasi infrastruktur pendidikan akibat bencana.
Mendikbud mengatakan, melalui dana abadi pendidikan itu, Indonesia diharapkan bisa menambah doktor dalam jumlah yang signifikan. Saat ini, jumlah doktor di Indonesia hanya sekitar 23.000 orang, sedangkan Malaysia yang jumlah penduduknya lebih sedikit punya 14.000 doktor dan China 819.000 doktor.
Anton Sukartono Suratto, anggota Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat, mempertanyakan transparansi pengelolaan dan pengawasannya.
Anggota lain, Ferdiansyah, mengingatkan, dana abadi pendidikan tersebut tidak melalui kontrol DPR dalam perencanaan, penggunaan, dan laporannya.
Anggota Komisi X, Reni Marlinawati, mengatakan, penggunaan dana itu terkesan tumpang tindih dan belum jelas. ”Misalnya untuk beasiswa S-2 dan S-3 non dosen, siapa yang berhak menerimanya? Bagaimana seleksinya?” kata Reni.
Adapun untuk renovasi sekolah rusak akibat bencana, sudah ada Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Untuk penelitian, sudah ada dana penelitian ke perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
Nuh mengatakan, untuk transparansi penggunaan dan pertanggungjawaban dana, diusulkan agar dana itu dikelola badan layanan umum.