Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cukup..., Sampai Alawy Saja

Kompas.com - 26/09/2012, 04:26 WIB

Duka mendalam terpancar dari mata merah berlinang air mata Tauri Yusianto (49). Putra kesayangannya, kebanggaannya, Alawy Yusianto Putra (15), telah direnggut dari dia oleh keberingasan sekelompok remaja lain.

”Jangan tawuran. Itu yang selalu saya pesankan kepada dia. Dan dia selalu menjawab, ’Enggak, Pak, adik enggak tawuran’. Dia memang ingin belajar dan diterima di perguruan tinggi negeri seperti kakaknya. Makanya, dia memilih SMA Negeri 6,” ujar Tauri terbata-bata, Senin (24/9) malam, di rumah duka.

Ibarat gajah lawan gajah pelanduk mati di tengah, Alawy harus menjadi korban perkelahian jalanan yang sudah lama melekat pada SMA Negeri 6 dan SMA Negeri 70, Jakarta Selatan. Alawy, siswa kelas X, baru mencicipi bangku SMA dan tidak tahu-menahu tentang perseteruan yang sudah berlangsung menahun itu.

Tauri menuturkan, Alawy tahu reputasi SMA Negeri 6 yang dipilihnya. Namun, dia tetap memilih sekolah itu demi mengejar cita-citanya. ”Mamanya khawatir kalau Alawy ikut tawuran, tetapi dia berjanji tidak akan ikut-ikutan. Tetapi, dia sekarang malah jadi korban. Saya sungguh berharap Alawy jadi korban yang terakhir. Cukup anak saya saja, jangan ada lagi,” tutur Tauri sambil mengusap air matanya.

Alawy memang bukan korban pertama. Sepanjang tahun 2012 sudah ada 18 kasus perkelahian di kalangan pelajar di Jabodetabek yang mengakibatkan korban luka ataupun tewas.

Alawy bukan kasus pertama pelajar yang tewas akibat tawuran. Sebelumnya, pada 29 Agustus, Jasuli (15), siswa SMP Negeri 6, Jakarta, berlari di lintasan rel dan tewas tertabrak kereta api saat terjadi tawuran. Kasus lain pada 12 September, Dedy Triyuda (17), siswa SMA Baskara, Depok, tewas akibat lemparan batu di kepala dan luka tusuk dalam sebuah tawuran.

Sering kali pula korbannya adalah anak-anak seperti Alawy, yang tidak terlibat, bahkan tidak tahu apa-apa tentang perkelahian tersebut. Alawy tengah duduk-duduk hendak makan saat sekelompok remaja, yang diduga siswa SMA Negeri 70, menyerang mereka. Kepada polisi yang duduk di sebelahnya, Tauri berpesan, ”Tolong ya Bu, diusut tuntas. Kalau ketemu pelakunya, tolong hukum yang berat. Mereka sudah bawa senjata, sudah direncanakan juga.”

Peristirahatan terakhir

Pada Senin lalu hingga jauh malam, kerabat dan teman-teman Alawy, juga tetangga sekitar, terus berdatangan memberikan ucapan belasungkawa. Bahkan, puluhan teman Alawy terlihat duduk-duduk di semacam pendapa di taman perumahan. Mereka memanggil tukang nasi goreng dan tukang sate padang keliling agar bisa mengisi perut. Beberapa di antara mereka masih mengenakan seragam sekolah. Mereka hendak menemani Alawy hingga ke peristirahatan terakhirnya.

Beberapa bapak berdiri berkelompok dan membahas kejadian itu. Di ujung pembicaraan, para bapak itu pun hanya bisa prihatin dan menyesalkan kejadian tersebut.

Jenazah Alawy dibaringkan di ruang tamu, di atas dipan besi merah. Di sekelilingnya, ibunda Alawy, Endang Puji Astuti, beserta beberapa ibu mendaraskan doa. Sesekali isak tangis terdengar di antara lantunan doa.

Kemarin, keluarga, teman, dan kerabat mengantar Alawy ke peristirahatan terakhir di pemakaman umum Kampung Poncol, Pedurenan, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. Tauri pun kembali tak bisa menahan kepedihannya.

Ia terduduk lemas dan menciumi foto putranya. Tak kuasa menanggung beban berat atas kepergian anaknya, Tauri akhirnya jatuh pingsan. Belum habis tanah menutup liang kubur, Tauri harus pulang ke rumahnya.

Turut mengantarkan kepergian Alawy, Inspektur Jenderal Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Haryono Umar. Dia mengatakan, kasus kekerasan yang memakan korban seharusnya tidak terjadi lagi. Setiap sekolah, terutama sekolah yang rawan tawuran, harus mengampanyekan antikekerasan di sekolah masing-masing.

Tak takut polisi

Dari pantauan di SMA Negeri 6 dan SMA Negeri 70, kemarin, kedua sekolah tampak sepi karena muridnya diliburkan pascatawuran. Di SMA Negeri 70, sejumlah pegawai tampak tetap bertugas. Tak terlihat penjagaan berlebihan. Gerbang depan terlihat dijaga dua anggota satpam.

Sejumlah orang dengan kaus bertuliskan reuni alumni terlihat di luar sekolah. Warung-warung di sekitar kedua sekolah terlihat tetap buka. Sebagian pedagang menuturkan, mereka tetap berdagang karena tidak tahu bahwa sekolah diliburkan.

Di SMA Negeri 6 terlihat lebih ramai karena ada jumpa pers terkait dengan tawuran yang dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Komite Sekolah, dan kedua kepala sekolah bertetangga itu. Sejumlah alumnus terlihat hadir.

Kepala SMA Negeri 70 Saksono Liliek Susanto mengakui, siswa-siswa yang suka tawuran itu sudah tidak takut lagi kepada polisi. Menurut dia, antisipasi dari kepolisian sudah dilakukan, tetapi terkadang jumlah polisi tidak sebanding dengan siswa yang tawuran. ”Polisi tidak lagi ditakuti. Murid-murid itu tahu polisi tidak akan menembak, paling juga gas air mata,” katanya.

Ia mengatakan, saat tawuran yang menewaskan Alawy, polisi di sekitar kedua sekolah cukup karena ada demonstrasi di sekitar kompleks sekolah.

Sementara sejumlah pedagang warung kaki lima di sekitar kedua sekolah mengatakan, tawuran antarsiswa itu memang kerap terjadi. Warsi, yang ikut suaminya, Ngatiman, jualan di depan SMA Negeri 6 sejak 1977 mengatakan, tawuran dulu juga kerap terjadi, tetapi tidak memakai senjata seperti sekarang. ”Saya tidak tahu senjata mereka disimpan di mana.”

(FRO/PIN/RAY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com