JAKARTA, KOMPAS.com - Budayawan kondang, Mohammad Sobari menilai kasus tawuran antarpelajar yang masih marak terjadi merupakan bentuk agresifitas anak di usia remaja.
Menurutnya, perlu ada wadah untuk menampung dan mengelola agresifitas tersebut agar tak bergeser ke hal-hal negatif.
"Anak-anak ini agresif, dan harus di-manage agresifitasnya," kata Sobari di hadapan peserta mediasi anti tawuran yang digelar Polda Metro Jaya bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (2/10/2012) malam.
Ia mengungkapkan, tawuran masih marak terjadi karena sampai saat ini belum ada rumus pendidikan yang mencintai anak-anak brengsek. Secara umum, masyarakat selalu memberi cap negatif pada anak-anak yang tidak unggul secara akademik.
Belum lagi potret tenaga pendidik yang jarang sekali menganggap persoalan siswanya sebagai bagian dari persoalan dirinya. Akhirnya suara dari guru-guru itu tidak cukup terdengar dan energinya tak bisa tersebar.
"Belum ada rumus pendidikan yang mencintai anak-anak brengsek. Nggak bisa satu soal dicap bodoh. Ada guru yang memperhatikan lebih, tapi kecil, tidak cukup suaranya, energinya nggak melebar," tukas Sobari.
Pembelaan saya, ucap Sobari, anak-anak nakal adalah mereka yang sedang memamerkan pada dunia tentang keistimewaan mereka. Baginya, tak ada seorang pun yang mampu mengetahui apa isi kepala anak-anak tersebut.
"Menyayangi anak pintar berlebihan itu buang-buang waktu. Yang istimewa ada tumpah di jalan raya," tandasnya.
Berita lain terkait tawuran pelajar di Jakarta dapat diikuti di topik: Tawuran Berdarah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.