JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerhati pendidikan, Arief Rachman mengungkapkan keprihatinannya pada aksi tawuran antarpelajar yang masih marak terjadi. Menurutnya, tawuran antarpelajar terjadi karena semua pihak kecolongan. Jangan disebut sebagai budaya karena hanya melibatkan segelintir sekolah dan mayoritas sekolah lainnya masih dalam kondisi baik.
"Harusnya sekolah atau kita semua bisa mengidentifikasi dengan cepat, ini istilahnya kecolongan. Dan saya pun merasa kecolongan," kata Arief dalam acara silaturahmi bersama Mendikbud, Kapolda, tokoh agama, dan sekolah SMA-SMK se-DKI Jakarta, Selasa (2/10/2012) malam, di Jakarta.
Ia menegaskan, terjadinya tawuran antarpelajar merupakan tanggung jawab semua pihak, baik itu guru, kepala sekolah termasuk pemerintah dan masyarakat.
"Ini tanggung jawab semuanya dan kita termasuk bersalah. Mengapa? Karena panggilan seorang pendidik adalah bagaimana caranya membentuk watak, bukan hanya mengunggulkan otak," tegasnya.
Atas dasar itu, Arief mengusulkan agar ada penambahan dalam standar pendidikan. Yakni sebuah standar mengenai peraturan. Arief mendesak pemerintah pusat untuk mengeluarkan regulasi yang berlaku untuk semua sekolah.
Menurutnya, regulasi itu harus dibuat dan diberlakukan dalam waktu dekat. Tujuannya, supaya semua pihak, khususnya sekolah, dapat mengikuti aturan yang diikuti dengan ancaman sanksi. "Regulasi menjadi penting, karena selama ini hanya mengukur otak, tetapi wataknya tidak. Akhirnya hanya otaknya saja yang unggul," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.