Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Presiden Harus Berada di Depan

Kompas.com - 08/10/2012, 17:06 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tengah digoyang dengan berbagai upaya pelemahan, mulai dari penarikan sejumlah penyidiknya yang berasal dari kepolisian, hingga upaya penangkapan salah satu penyidik andal KPK, Komisaris Novel Baswedan. Dengan terpaan yang dihadapi KPK, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, keberadaan Presiden sangat diperlukan.

"Harusnya Presiden di depan. Kalau dia berdiri pada garis terdepan pemberantasan korupsi, dia membela KPK," ujar Staf Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Donal Fariz, Senin (8/10/2012), dalam sebuah dialog di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta.

Menurutnya, yang terjadi saat ini adalah adanya upaya tarik ulur kepentingan antara KPK dan institusi kepolisian. Kepentingan yang dipersoalkan juga sudah merupakan kepentingan pribadi yang kemudian dijadikan kepentingan institusi. Menurut Donal, masih banyak aparat kepolisian yang berhati lurus. Namun, keberadaan mereka dikooptasi oleh orang-orang tertentu di institusi Polri. Ketika KPK hendak membersihkan institusi Bhayangkara itu, justru banyak menimbulkan resistensi.

"Jenderal kita banyak yang tidak mau miskin, tidak siap hidup pas-pasan. Maka dari itu, butuh sosok Presiden yang tidak hanya memantau, tapi juga berbuat. Sayang sekali, kita tidak tahu ke mana Presiden kita kemarin itu," kata Donal.

Seperti diberitakan, ketegangan KPK dan Polri terjadi menyusul upaya Polri menangkap penyidik KPK, Komisaris Novel Baswedan, pada Jumat (5/10/2012) malam lalu. Novel yang berperan dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi Korlantas Polri dituding bertangung jawab atas dugaan kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian terhadap enam pencuri sarang walet di wilayah Kepolisian Daerah Bengkulu pada 2004. Saat itu, Novel berpangkat iptu dan menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polda Bengkulu.

Surat perintah penangkapan Komisaris Novel Baswedan Nomor 136/X/2012 oleh Polda Bengkulu didasarkan atas laporan dua dari enam korban penembakan atas nama Dedi Mulyadi dan Irwansyah. Laporan keduanya diterima Polda Bengkulu pada 1 Oktober 2012. Terkait upaya penangkapan Komisaris Novel ini, KPK menyatakan sikapnya akan mempertahankan salah satu penyidik andalnya itu.

"Posisi Novel penting di KPK. Dia tidak hanya penyidik, tapi juga simbol," kata Johan dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (7/10/2012) malam.

Novel dinilai berperan dalam sejumlah kasus yang ditangani seperti kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian SIM Korlantas Polri, penangkapan Bupati Buol Amran Batalipu yang tertangkap tangan menerima suap, kasus wisma atlet, dan kasus dugaan korupsi pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional di Riau beberapa waktu lalu.

Desakan agar Presiden segera menyatakan sikapnya terkait konflik itu pun juga muncul di dunia maya melalui tagar tweet #SaveKPK #Presidenkemana. Melalui Menteri Sekretariat Negara Sudi Silalahi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengambil alih kasus ini dan menyampaikan keterangan persnya pada hari ini.

"Berhubung perkembangan situasi semakin tidak baik, Presiden akan segera mengambil alih untuk menyampaikan kepada rakyat besok Senin atau paling lambat Selasa," kata Sudi, dalam jumpa pers di Istana Negara, Minggu (7/10/2013).

Menurut Sudi, selama ini Presiden mendengar komentar masyarakat yang memintanya agar mengambil alih polemik kedua institusi. Namun, sebelum mengambil alih, Presiden terlebih dahulu menekankan agar KPK dengan kepolisian berkoordinasi sesuai dengan nota kesepahaman (MoU) yang terbentuk di antara mereka. Berhubung perkembangan situasi semakin tidak baik, lanjutnya, Presiden merasa perlu mengambil alih. Sudi mengatakan kalau permasalahan KPK-Polri ini sudah dimanipulasi. Media-media tertentu, katanya, membesar-besarkan masalah tersebut.

Berita terkait polemik antara Polri dan KPK dapat diikuti dalam topik "Polisi vs KPK"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com