Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memaknai Pendidikan

Kompas.com - 10/10/2012, 11:02 WIB

Meneruskan gaya high stakes testing dalam sistem pendidikan hanya akan mengungkung perkembangan potensi individu. Sekolah akan mengajarkan bahwa kebenaran ada pada otoritas, guru misalnya. Padahal, pada era digital seperti sekarang pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber.

Intelegensi tidak lebih dari daya ingat dan kemampuan mengulang. Akurasi ingatan dan kemampuan mengulang ini yang justru mendapatkan pengakuan. Tak mengherankan jika daya analitis dan kemampuan berpikir kritis semakin menurun.

Biasanya mereka yang tidak patuh terhadap sistem akan dihukum sehingga konformitas secara intelektual dan sosial meningkat. Sukar menemukan inovasi dan kebaruan dari karakter-karakter semacam ini.

Sekolah tidak lebih dari pabrik untuk mencetak murid-murid yang mampu melewati ujian akhir. Karena fokus pada ujian nasional, jumlah jam belajar di kelas sama lamanya dengan jam belajar di tempat les.

Kegiatannya bukan mencari pengetahuan, melainkan mengulang-ulang soal dan mencari cara singkat menjawab soal. Siswa pun menjadi cepat bosan, terasing dan frustrasi.

Berpikir instrumental

Proses belajar tidak lagi menjadi pengalaman yang menyenangkan. Tidak ada lagi kegembiraan karena mendapatkan pemaknaan dari penyingkapan pengetahuan. Ada kekosongan dalam proses belajar. Peserta didik menjadi terlatih untuk berpikir instrumental.

Ciri khas cara berpikir ini adalah melakukan manipulasi agar tujuan tercapai. Makna pendidikan menjadi terdegradasi. Pendidikan ini dikhawatirkan semakin jauh dari apa yang pernah digambarkan oleh para pendiri bangsa.

Jika dikatakan bahwa pendidikan kita terlalu menekankan aspek kognitif dan kurangnya aspek spiritual adalah benar adanya. Namun, aspek spiritual yang dimaksud bukanlah gagasan tentang agama, melainkan menciptakan kebaikan bagi kehidupan bersama, bagi kemajuan komunitasnya.

Seperti yang dilakukan oleh para pendiri bangsa yang menggunakan pengetahuannya untuk membentuk kesadaran lepas dari kungkungan kolonialisme. Bagi mereka, kemerdekaan akan membuat bangsa menjadi lebih baik.

Pendidikan seharusnya menambah pengetahuan yang mengarahkan individu untuk mampu berempati, bekerja sama dan saling melayani dengan individu lain sehingga ketidakadilan dapat terkurangi.

Kesemuanya itu memupuk fondasi bagi karakter diri yang terbuka. Tidak picik pada perbedaan dan terbuka pada kemungkinan-kemungkinan baru. Visi kemajuan, inovasi, dan kreativitas dapat diharapkan dari orang-orang semacam ini. Saat itulah pendidikan yang memerdekakan mendapatkan pemaknaannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com