Jakarta, Kompas
”Para guru tidak dilatih serius untuk jadi pengajar Bahasa Inggris bagi siswa SD. Akibatnya, pembelajaran Bahasa Inggris di SD dianggap sebagai beban,” kata Itje Chodijah, pendidik dan pelatih guru Bahasa Inggris nasional, di Jakarta, Jumat (9/11).
Penyediaan guru Bahasa Inggris di berbagai sekolah bervariasi. Ada yang menyerahkan kepada guru kelas, tanpa disertai pelatihan yang memadai. Ada juga yang menyediakan guru honor dari sarjana Bahasa Inggris.
Itje menjelaskan, pendidikan Bahasa Inggris di tingkat SD dikembangkan sebagai salah satu pilihan muatan lokal pada 1994. Sesuai panduan dari pemerintah, pendidikan Bahasa Inggris boleh dilakukan mulai kelas 4 SD dan ada pengajar yang memadai. Namun, panduan ini mulai diabaikan. Pengajaran Bahasa Inggris di sejumlah SD dimulai di kelas lebih bawah. Padahal, di kelas 1, 2, dan 3 SD ditujukan agar siswa bisa berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa Indonesia.
Presiden Asosiasi Guru Bahasa Inggris Indonesia Fuad Hamid di Surabaya mengatakan, bahasa Inggris dapat diajarkan lewat ekstrakurikuler maupun muatan lokal, tidak harus sebagai mata pelajaran wajib.
Fuad mengingatkan, pengajaran Bahasa Inggris di SD harus diimbangi dengan pengajar yang kompeten. Pengajar harus sarjana jurusan Pendidikan Bahasa Inggris atau Sastra Inggris.
”Belajar bahasa Inggris kepada guru yang tidak kompeten akan merusak perkembangan kemampuan bahasa Inggris ke depan,” kata Fuad.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, pemerintah masih menyusun perubahan kurikulum. Nanti ada masa uji publik. ”Berbagai masukan publik kita pertimbangkan dan kaji, termasuk soal pendidikan Bahasa Inggris di SD,” kata Nuh.