Bagian pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan sejak lama terkenal sebagai sarang korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kasus korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri merupakan bukti betapa kondisi tata kelola di bidang ini belum berubah.
Berbagai upaya menekan perilaku koruptif yang merusak moral dan menyengsarakan bangsa ini terus dilakukan. Di era reformasi, seiring berkembangnya teknologi informasi, diberlakukan sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik (SPSE) dan layanan pengadaan barang/jasa secara elektronik (LPSE) atau e-proc.
Akan tetapi, di sana-sini ada saja kebocoran. Setelah pemenang lelang/tender diketahui, ada oknum yang menghubungi. ”Bapak kan sudah menang, ya mengerti saja,” ujar Dede Mariana, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, yang sering mendapat laporan proses itu.
Karena itu, di lingkungan Pemerintah Provinsi Jabar, untuk memperkuat upaya menekan peluang tindak korupsi, selain sistem e-proc, juga diterapkan whistleblowing system (WBS). Menurut Kepala Balai LPSE Provinsi Jabar Ika Mardiah, WBS adalah sistem pengaduan menggunakan aplikasi berbasis web yang dapat dimanfaatkan whistleblower.
Whistleblower
WBS merupakan bagian dari upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan transparan. Sistem ini muncul dari Inpres No 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Penerapan WBS tentunya perlu peran aktif semua elemen sehingga keinginan menghadirkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan transparan dapat terwujud.
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Agus Suhardjo menyatakan, pihaknya menyediakan WBS melalui website www.lkpp.go.id. ”Kami mencontoh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berhasil dalam menyediakan pengaduan melalui website,” ujar Agus, Rabu (10/10) di Bandung.
Berdasarkan data dari Balai LPSE Jabar, jumlah paket lelang yang diproses secara elektronik (e-proc) menggunakan SPSE di berbagai kabupaten/kota semakin meningkat. Hal itu dibuktikan dengan 16 kabupaten/kota yang melaksanakan keseluruhan paket lelang melalui e-proc.
Hingga awal Oktober ini, paket lelang di LPSE Jabar mencapai 5.075 paket dengan pagu Rp 4,2 triliun. Jumlah paket yang telah selesai 4.486 paket senilai pagu Rp 3,8 triliun dengan nilai penawaran Rp 3,3 triliun. Dari proses lelang elektronik itu berhasil dilakukan efisiensi anggaran Rp 445 miliar (11,74 persen).