Amanda Putri
”Kami berpikir eceng gondok di Rawa Pening melimpah dan menjadi masalah, mengapa tidak dimanfaatkan saja? Setelah mencoba-coba akhirnya kami membuat briket,” ujarnya. Dalam upaya itu, mereka didampingi guru, Elly Alia.
Di Rawa Pening, gambut sisa tanaman eceng gondok memperparah sedimentasi di danau itu. Selama ini gambut tersebut dimanfaatkan sebagai pupuk dan media tanam jamur yang dikirim ke berbagai kota.
Para siswa mencoba membuat briket dari gambut eceng gondok yang dikeringkan. Gambut dicampur dengan sekam, serbuk gergaji, dan sedikit tepung kanji untuk perekat. Setelah itu, adonan dimasukkan ke dalam cetakan dan dipadatkan dengan memutar tuas pada alat pencetak.
Gelondongan briket itu kemudian dijemur hingga kering. Satu briket dapat menyalakan api hingga 20 menit. Briket dapat digunakan untuk bahan bakar memasak atau keperluan lain
”Cara pembuatan briket sangat mudah. Warga di sekitar Rawa Pening dapat memanfaatkannya. Apalagi jika mereka memiliki serbuk gergaji dan sekam padi sendiri. Nyaris tidak ada biaya yang dikeluarkan,” kata Elly.
Elly mengakui, briket eceng gondok masih memiliki kelemahan, yakni ada asap. Namun, biaya pembuatannya murah. Untuk membuat 10 briket (lebih kurang 1 kilogram), misalnya, hanya perlu biaya Rp 3.750. Sebagai perbandingan, briket batubara dijual Rp 4.000-Rp 5.000 per kg.
Kini, tim SMKN 1 Bawen ingin mengembangkan alat pencetak briket hidrolik yang lebih praktis. Selama ini alat pencetak briket menggunakan tenaga manusia untuk memutar tuas pemadat. Jika ada mesin yang lebih memudahkan, diharapkan dapat dicetak briket lebih banyak.