Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Hore, Sekarang Kitong Pu Guru Baru!"

Kompas.com - 03/12/2012, 12:16 WIB
Aswin Rizal Harahap

Penulis

KOMPAS.com - Air mata membasahi wajah Bella Aplena Rumkabas (13) saat peserta program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal tiba di SMP SUP Byaki Fyadi, Biak Numfor, Papua. Ia dan puluhan temannya gembira menyambut kedatangan para pemuda yang akan mengajar mereka selama setahun.

Di tengah suasana kegembiraan belajar-mengajar itu, Bella tidak kuasa menahan haru. Siswa kelas VIII itu tak menyangka sekolahnya kembali mendapat bantuan tenaga guru. Kehadiran Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) tahap II menjadi obat penawar rasa sedih setelah ditinggalkan para peserta pada bulan sebelumnya.

”Saya sangat senang. Semoga guru yang baru juga baik dan penyabar, seperti Ibu Nanda,” ungkap Bella sambil mengusap air mata di pipinya. ”Ya, kitong (kita orang) juga mau pu (punya) guru seperti Ibu Hera,” ujar Yeni Oktovina Mambrasar (13) menimpali.

Fitriani Ananda Baso (Ibu Nanda) adalah peserta SM-3T tahap I yang mengajar Bahasa Inggris dan Herawati (Ibu Hera) mengasuh Bimbingan Konseling. Kedua guru lulusan Universitas Negeri Makassar (UNM) itu amat dekat dengan para siswa SMP Byaki Fyadi.

Menurut Bella, selain baik dan penyabar, Nanda dan Hera juga tak segan memberikan hadiah kepada para siswa. Ia beberapa kali mendapat hadiah alat tulis dan tas sekolah karena rajin membuat pekerjaan rumah dan mampu menjawab pertanyaan dengan benar. Kedua ibu guru itu juga hampir setiap hari meluangkan waktu untuk memberi pelajaran tambahan sepulang sekolah. Kebetulan mereka tinggal di belakang sekolah.

”Pelajaran tambahan sering kali diadakan di luar kelas sehingga kami bersemangat mengikutinya,” kata Yeni. Berkat pendekatan itu pula, Yeni tak lagi murung meratapi perceraian kedua orangtuanya. Suntikan motivasi dari Hera mengembalikan kepercayaan diri Yeni.

Hubungan yang terbangun antara siswa dan peserta SM-3T lebih dari sekadar guru dan murid. Nanda dan Hera sudah jadi teman, kakak, sekaligus ibu bagi anak-anak SMP Byaki Fyadi.

Pihak pengelola SMP pun meliburkan sekolah ketika masa setahun mengajar peserta SM-3T tahap I habis bulan lalu. Hal tersebut demi memenuhi permintaan siswa yang ingin mengantar kepergian Nanda dan Hera. ”Kami menangis di sepanjang perjalanan dari sekolah ke bandara,” ungkap Yeni.

Gambaran serupa terjadi di SMP Negeri 6 Biak Timur, sekitar 30 menit perjalanan darat dari pusat kota Biak. Mata Rosalina Yakobawanares (13) dan Sampari (12) berkaca-kaca saat bercerita tentang Zainal, peserta SM-3T yang mengajar Bahasa Inggris dan keterampilan komputer. Sebagai guru, hampir tak ada jarak antara Zainal dan para siswa.

”Kapan pun kami ingin belajar di luar jam sekolah, Pak Zainal tak pernah menolak,” ungkap Rosalina. Kiprah Zainal selama setahun terakhir bahkan menginspirasi Rosalina dan Sampari untuk menjadi guru suatu hari nanti. Padahal, sebelum kehadiran Zainal, keduanya tak pernah membayangkan ingin jadi apa saat dewasa.

Tak seimbang

Dahaga anak-anak akan kehadiran guru tak lepas dari minimnya tenaga pengajar di Biak Numfor, gugusan pulau di sebelah utara Papua yang berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik. Hampir semua sekolah di daerah berpenduduk 150.000 jiwa itu kekurangan guru. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Biak Numfor, jumlah guru di 233 sekolah adalah 2.038 orang.

Menurut Sekretaris Dinas Pendidikan Biak Numfor Kamaruddin, jumlah itu sebenarnya cukup ideal karena 1 guru mengajar 37 siswa. Namun, penyebaran yang tidak merata menyebabkan masih banyak sekolah kekurangan guru. ”Di Pulau Numfor yang memiliki 22 SD saja, jumlah pengajar kurang dari 100 orang,” ujarnya.

Selanjutnya bisa dibaca melalui Kompas Cetak.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com