Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilihan Profesi, Ikut Ortu atau Pilih Sendiri

Kompas.com - 12/12/2012, 10:12 WIB
Maria Susy Berindra A, Soelastri Soekirno

Penulis

KOMPAS.com - Ada masa ketika anak memilih jurusan atau mengikuti profesi orangtuanya jadi kebanggaan keluarga. Dalam pertemuan keluarga besar, orangtua biasanya saling menanyakan pilihan profesi anak masing-masing. Mereka umumnya memuji anak yang memilih jurusan sesuai profesi sang ortu.

Apalagi, jika terkait dengan penerus usaha sukses mereka, entah di firma hukum, kantor akuntan, kantor notaris, atau apotek.

Saat ini, sekalipun ada banyak profesi baru, ada banyak orang yang tetap ingin berprofesi seperti orangtuanya. Apakah itu menjadi dokter, akuntan, pengacara, atau dosen. Tentu saja pilihan seperti itu tidak salah. Namun, kita sah-sah saja, kok, kalau memilih profesi yang berbeda dengan profesi ayah dan ibu.

Toh, sekarang banyak profesi yang dahulu terbayang dan terpikir oleh ortu kita pun tidak. Mulai dari profesi desain grafis dengan banyak spesialisasi, pengamat sosial media, disc jockey (penata lagu), koki, hingga penari profesional.

Sejalan dengan gaya hidup yang terus berkembang, kreasi baru, baik itu profesi maupun produk, ikut bermunculan.

Terinspirasi

Banyak di antara kita yang kuliah memilih jurusan karena terinspirasi profesi ortu. Sebut saja seperti yang terjadi pada kakak beradik Drey dan Rendi, warga Tangerang, Banten.

Berawal dari setiap hari melihat kebiasaan sang ibu yang berprofesi sebagai dokter, Rendi memilih bidang yang sama dengan ibunya. Rendi juga mengikuti jejak kakaknya, Drey, yang lebih dahulu masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta.

”Aku baru semester pertama. Kakak lebih dulu satu tahun kuliah di kedokteran. Bukan karena ikut-ikutan dengan kakak, tetapi memang ingin menjadi dokter seperti mama. Aku juga suka pelajaran Biologi,” ujar Rendi yang sejak SD ingin jadi dokter.

Kesamaan bidang dengan ibu yang dokter umum dan kakaknya membuat Rendi sering berdiskusi tentang hal terkait dengan kedokteran. ”Kalau sekarang masih semester satu, mata kuliahnya belum terlalu susah, masih banyak teori. Enak juga pakai buku kuliah punya kakak,” ujar Rendi.

Agak berbeda dengan ibunya, Rendi ingin menjadi dokter spesialis. Hanya saja, dia belum menentukan sekarang. ”Konsentrasi dulu di kuliah kedokteran umum. Ke depan, aku ingin jadi dokter spesialis, tetapi belum tahu spesialis apa,” katanya.

Sementara Iqbal Ramadhani, mahasiswa Jurusan Teknik Komputer Jaringan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, memilih bidang berbeda dengan ayahnya yang pengusaha dan ibunya, seorang guru SMP.

Awalnya, ibunya meminta Iqbal kuliah di jurusan keguruan, tetapi karena tak sesuai dengan minatnya, tawaran itu ditolak. ”Dulu aku mau pilih bidang kesehatan, tetapi mendapat beasiswa di jurusan teknik komputer, ya, aku ambil saja. Kebetulan aku juga hobi komputer,” ujar Iqbal, yang mendapat beasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Rencananya, Iqbal akan meneruskan kuliah di Institut Teknologi Bandung setelah lulus dari pendidikan diploma tiga. ”Aku ingin melanjutkan ke teknologi informasi untuk bidang kesehatan. Mudah-mudahan bisa dapat beasiswa lagi,” harap Iqbal.

Pilihan Rendi dan Drey berjalan mulus, kebetulan pula kakak beradik itu punya niat kuat untuk tekun belajar di fakultas kedokteran. Iqbal juga beruntung. Walau memilih bidang berbeda, ayah-ibunya memberi keleluasaan, bahkan tetap mendukung keperluan anaknya itu.

Kisah berbeda dialami Bayu, mahasiswa perguruan swasta di Jakarta. Dari awal, dia meminati bidang visual komunikasi desain, tetapi ayahnya menentang keras. Begitu lulus SMA, ayah Bayu minta ia memilih jurusan akuntansi, tidak boleh kuliah di jurusan lain.

”Sering terjadi perdebatan karena ayahku tak mau mendengar alasanku. Pokoknya keinginannya harus aku ikuti,” tutur Bayu, yang mengalah dan kuliah di jurusan akuntansi.

Karena bukan jurusan idaman, motivasi belajarnya tak maksimal. ”Ya gimana, aku dari awal enggak pengin ambil jurusan ini,” lanjut cowok yang memiliki IP 2,7-2,9 itu.

Jangan larut

Psikolog pendidikan Harini Tunjungsari tak menyalahkan sikap seperti ditunjukkan Bayu. Namun, dia menyarankan, mereka yang punya masalah seperti itu sebaiknya tak larut dalam kekecewaan.

Untuk tetap bisa dekat dengan minatnya tadi, Kepala Bagian Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta itu menyarankan agar Bayu menjadikan bidang visual komunikasi desain sebagai hobi. Selain itu, ia juga perlu mengikuti kegiatan kemahasiswaan serta menjadi volunter kegiatan sosial untuk menambah wawasan, keterampilan, dan jaringan. ”Suatu saat pengalaman itu pasti akan berguna,” katanya.

Pengalaman itu penting karena pilihan pekerjaan setelah lulus bisa saja berbeda dengan jurusan di kuliah. Lagi pula, mereka yang memiliki pengalaman berorganisasi biasanya lebih cepat mendapat pekerjaan.

Menurut Harini, orangtua zaman sekarang harus mengikuti perkembangan agar wawasan bertambah karena profesi terus berkembang. ”Orangtua harus bersedia mendengarkan anak. Di situlah pentingnya membangun komunikasi yang baik dengan anak sehingga ada keterbukaan anak kepada orangtua dan sebaliknya,” tuturnya.

Sepengetahuannya, tidak ada kecenderungan profesi ortu memengaruhi pilihan anak. Dan, sudah seharusnya orangtua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih profesi yang diinginkan.

Masa ideal memilih jurusan atau profesi, lanjut Harini, adalah saat penjurusan di SMA. Itulah waktunya orangtua mendengarkan keinginan anak. ”Banyak kejadian, anak lulus SMA tidak tahu akan mengambil jurusan apa sehingga asal kuliah saja. Itu sebabnya, lebih baik ketika penjurusan, ortu berkomunikasi mendiskusikan hal tersebut kepada anaknya,” katanya. Jika saat SMA sudah jelas keinginan si anak, ortu tinggal mengikuti dan memfasilitasi.

Ada kalanya ortu tak mendukung karena kamu tak bisa meyakinkan ortu tentang pilihan jurusan atau profesinya. Dalam hal seperti itu, kamu harus menjelaskan profesi yang ingin dipilih sekaligus menunjukkan minat dan semangat tinggi untuk menggapai cita-cita itu.

Apabila kamu konsekuen pada pilihan, pasti ortu mendukungmu. Keterbukaan dan komunikasi kedua belah pihak memang kunci utama yang harus dilakukan demi pilihan yang terbaik bagi muda-mudi kayak kamu.(SIE/TRI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com