Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencerdaskan Generasi Muda di Pulau Terpencil

Kompas.com - 15/12/2012, 02:10 WIB

Taman Bacaan Sari Sandu di Kota Ba’a, Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, begitu populer di kalangan masyarakat setempat. Letaknya berdampingan dengan yayasan yatim piatu.

Setiap hari, 50-100 warga, sebagian besar anak-anak, datang ke sana untuk membaca. Keberadaan taman bacaan itu sebagai upaya mencerdaskan generasi muda di pulau terpencil yang berbatasan dengan negara tetangga, Australia.

Taman bacaan itu beroperasi pertengahan 2011 atas inisiatif beberapa orang. Mereka, antara lain, Yandris Nggebu, Miraden Patola, PNS di Kantor Bappeda Rote Ndao; Devi Bessy, dan Milan Patola. Semuanya warga asli Rote. Devi dan Milan sebagai pengajar matematika dan bahasa Inggris bagi anak-anak di taman bacaan itu setiap Senin dan Kamis sore.

Yakoba Elim Kiak Nggebu (60), penjaga Taman Bacaan Sari Sandu (TBSS), di Ba’a, ibu kota kabupaten, Senin (3/12), mengatakan, sumber daya manusia di Rote, sebagai pulau terluar selatan Indonesia, masih jauh tertinggal.

Sejumlah generasi muda di pulau itu selalu tersandung masalah penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di perairan Australia dan penyelundupan imigran ke Australia. Selain itu, mereka juga dinilai kerap mengabaikan tradisi sadap lontar, bermental pemalas, dan suka mabuk-mabukan. ”Beberapa anak muda sampai hari ini masih ditahan di Australia,” kata Yakoba.

”Pulau Rote, Ndao, Ndana, Batek, dan pulau-pulau lain di selatan Indonesia masuk pulau terpencil, jauh dari pusat provinsi NTT, Kupang. Di sini tidak ada perpustakaan daerah, perpustakaan sekolah, taman bacaan, ataupun pusat bacaan lain. Kondisi ini mendorong kami menghadirkan taman bacaan ini,” kata Yakoba.

Lengkap

Sosialisasi TBSS melalui gereja dan masjid setempat agar generasi muda, mahasiswa, pelajar, petani, peternak, pedagang, PNS, dan kalangan mana saja dapat memanfaatkan TBSS. Buku-buku yang tersedia cukup lengkap, antara lain bacaan anak-anak, seperti cerita rakyat, dongeng, mata pelajaran, novel, puisi, cerpen, serta buku-buku pertanian, peternakan, ilmu politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Hanya buku-buku itu belum ditata sesuai kategori, jenis bacaan, dan bidang-bidangnya. Tempat membaca pun masih terbatas sehingga anak-anak harus berdiri selama membaca.

”Kami masih kekurangan banyak. Tetapi, dengan kondisi ini saja, banyak pihak sudah senang. Lebih baik kami memulai dari keterbatasan daripada tidak ada sama sekali,” kata Yakoba.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com