Sawai, Surga Tersembunyi Pulau Seram

Kompas.com - 24/12/2012, 12:22 WIB

Menginap di atas rumah panggung beralaskan laut, snorkeling, dan memanjat pohon setinggi 45 meter.

MENDENGAR kata Pulau Seram di Maluku Tengah, yang terpikir pertama kali mungkin 'ada apa di sana?' Selain nama pulaunya yang cukup 'seram', ingatan kerusuhan Ambon menjadi kekhawatiran berikutnya. Namun, saat kami mendarat di Bandara Pattimura, Ambon, kerisauan itu sirna. Ambon tidak pernah mengecewakan dalam hal pesona alamnya yang rancak.

Belum habis mengagumi alam Ambon, kami harus segera menuju Pelabuhan Tulehu untuk menuju ke Pulau Seram. Lokasi utama pendaratan kami: Sawai. Surga kecil yang berada di utara Seram. Dengan menempuh perjalanan bak Indiana Jones karena harus berganti perahu cepat, mobil minibus, dan perahu nelayan, dengan total durasi sekitar empat jam, akhirnya kami sampai di Horale. Desa ini menjadi daratan terakhir yang kami injak sebelum menuju Sawai.

Saya sudah tidak peduli dengan bisingnya suara perahu nelayan kecil itu. Saya sudah terlalu sibuk mengagumi rentangan bukit yang berbaris memandu kami menuju Sawai. Warna air laut yang bergradasi sempurna, mulai dari putih hingga biru gelap, menjadi "alas" berikutnya.

Hanya 30 menit perjalanan, kami akhirnya sampai di Sawai, desa nelayan kecil yang didekap rimbunnya Bukit Sawai. Kami bermalam di Penginapan Lisar milik Pak Ali dan istrinya, Salwa.

Besoknya, kami isi dengan snorkeling di Hatu Supung (batu yang licin, gundul, dalam bahasa lokal). Jika dilihat sekilas, lokasi ini mirip Ha Long Bay yang ada di Vietnam. Hanya saja jika di Ha Long Bay berbentuk batu raksasa yang berdiri sendiri, Hatu Supung masih bersatu dengan bukit sekitarnya.

Snorkeling di sini seperti melihat ke dalam kaca karena beningnya air yang ada. Koral berbagai warna juga berkumpul di sini. Tapi hati-hati, bagi Anda yang kurang pandai berenang, jangan sampai terbawa ke perairan dalam yang hanya berjarak lima meter dari bibir pantai.

Kegiatan berikutnya melongok Pulau Raja atau yang disebut Pulau Marsegu (kelelawar) oleh warga sekitar.  Tadinya ini adalah pulau yang digunakan oleh raja dan keluarganya untuk perkebunan. Tapi sekarang sudah beralih fungsi jadi lahan konservasi mangrove dan habitat kelelawar yang ada di dalamnya.

Namun, yang menjadi obyek wisata kami adalah Morite Forest Canopy Platform. Wisata menaiki pohon kayu besi setinggi 45 meter dari atas tanah di hutan Morite. Untuk menuju pohon yang dituju, kami harus melakukan perjalanan darat sekitar 45 menit yang terbagi di jalan aspal dan jalan hutan.

Sesampainya di kaki pohon besi, para pemandu lokal yang berjumlah delapan orang menyiapkan peralatan standar untuk Single Rope Techniques (SRT). Masing-masing dari kami akan ditarik ke atas pohon untuk selanjutnya bersantai di platform yang dibangun dengan biaya Rp 20 juta itu. Di atas sini, kami bisa melihat Taman Nasional Manusela, melihat burung mata merah, betet kelapa, burung kakak tua, bahkan melihat burung rangkong secara sekilas.

Diam sesaat di atas platform, menikmati alam, dan mengingat kembali kegiatan kami hari itu. rasanya memang pantas jika Sawai disebut sebagai surga tersembunyi-nya Pulau Seram. (Zika Zakiya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau