Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/12/2012, 12:42 WIB
EditorCaroline Damanik

Oleh Terry Mart

KOMPAS.com - Rencana pemerintah untuk mengintegrasikan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah dasar ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia membuat cemas para praktisi ilmu pengetahuan dasar. Mereka membahasnya dalam Forum Diskusi Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia di Jakarta, seperti yang diberitakan Kompas, Kamis, 8 November 2012.

Dalam diskusi Dewan Pendidikan Tinggi, terutama Majelis Penelitian, para pemerhati ilmu-ilmu sosial dan humaniora pun turut mencemaskan hal ini.

Hitung-hitungan pemerhati pendidikan Prof Yohanes Surya memperlihatkan, jika pelajaran IPA dan IPS jadi diintegrasikan ke dalam pelajaran Bahasa Indonesia, porsi IPA yang dapat dipertahankan dalam pelajaran baru tersebut akan kurang dari 30 persen. Padahal, kita sering mendengar bahwa isi dan cara pengajaran IPA di SD masih jauh dari ideal sehingga sering dituding menjadi penyebab rendahnya penguasaan IPA.

Guru Besar Matematika ITB Prof Iwan Pranoto menyatakan bahwa apa yang diajarkan saat ini adalah IPA dan Matematika semu karena tidak merangsang daya nalar siswa. Sangat ironis jika dikaitkan dengan cita-cita luhur bangsa ini untuk menjadi bangsa mandiri yang menguasai iptek dan tidak bergantung atau tidak dapat dikuasai bangsa lain.

Lebih ironis lagi jika kita mendengar bahwa rencana penghapusan IPA dilatarbelakangi oleh perilaku negatif siswa-siswa kita saat ini, seperti maraknya tawuran antarsiswa, yang korelasinya dengan pelajaran IPA jelas sangat sayup. Bukankah tawuran itu juga diakibatkan kurangnya daya nalar? Mohammad Abduhzen dalam tulisannya (Kompas, 12/12/2012) juga menyayangkan penghapusan ini mengingat sifat bangsa kita yang masih sangat mitis dan mistis.

Nalar kita kalah

Bukan rahasia lagi jika daya nalar siswa kita kalah dibandingkan dengan siswa negara jiran atau negara maju. Meski dalam olimpiade sains atau sosial siswa kita sering menggondol medali emas, secara rerata daya nalar siswa kita rendah.

Hal ini bisa dilihat, misalnya, dari laporan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), sebuah pusat studi yang mengakses kemajuan matematika dan sains siswa kelas empat SD dan kelas dua SMP setiap empat tahun. Hasil TIMSS 2011 yang baru saja dilaporkan memutarbalikkan keyakinan sebagian masyarakat, bahwa siswa-siswa kita jauh lebih unggul dibandingkan siswa negara lain.

Untuk bidang sains, Indonesia menempati tiga urutan terendah bersama Maroko dan Ghana. Ironisnya, prestasi siswa Indonesia bahkan kalah dibandingkan dengan siswa Palestina, Lebanon, dan hampir semua negara Timur Tengah (Tabel 3.2 TIMSS 2011 Science). Singkat cerita, laporan TIMSS menguak bahwa siswa kita tidak unggul dalam memecahkan soal-soal sains dan matematika yang membutuhkan daya nalar tinggi ketimbang kepiawaian menghafalkan rumus-rumus kompleks.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    27th

    Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

    Syarat & Ketentuan
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
    Laporkan Komentar
    Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Verifikasi akun KG Media ID
    Verifikasi akun KG Media ID

    Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

    Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+