Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karena Guru Merasa Tak Didengar...

Kompas.com - 04/01/2013, 17:39 WIB
Riana Afifah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak adanya UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen yang salah satunya berisi bahwa organisasi guru tidak lagi tunggal, berbagai organisasi guru mulai bermunculan. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) bukan lagi satu-satunya organisasi yang menjadi tempat bernaung para guru.

Organisasi di luar PGRI ini ternyata mampu menarik para guru yang kritis dan berani melontarkan kritikan pada kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai. Sebut saja seperti Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Ikatan Guru Indonesia (IGI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) dan berbagai organisasi guru tingkat daerah. Lalu apa yang membuat para guru ini memutuskan untuk pindah?

Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti, mengatakan bahwa para guru yang sudah puluhan tahun hanya bergabung dalam wadah tunggal ini mendapat angin segar dengan banyak munculnya organisasi baru yang dinilai dapat menjadi tempat bernaung baru dengan visi dan misi yang sejalan.

"Ini memang seperti angin segar dengan adanya landasan dari undang-undang dan PP. Tidak sekadar bergabung, banyak juga yang kemudian antusias mendirikan organisasi," ujar Retno.

Selain muncul kebosanan pada organisasi lama, umumnya para guru ini merasa organisasi yang lama dianggap tidak lagi mampu memperjuangkan aspirasi dan kepentingan anggotanya. Kemudian jika muncul kebijakan dari pemerintah yang tidak sesuai, organisasi lama cenderung memilih diam dan setuju.

"Ya selama ini aspirasi kerap tak tersalurkan. Organisasinya juga tidak ngurus guru," ungkap Retno.

Pemerintah berpihak

Oleh karena itu, Retno heran karena tiba-tiba, PP ini akan direvisi. Menurutnya, rencana perubahan ini justru makin menunjukkan keberpihakan pemerintah pada organisasi guru tertentu. Selain itu, revisi ini juga dapat mengakibatkan permusuhan antar organisasi guru lainnya.

Retno mengatakan, pemerintah semestinya dapat bersikap netral dan tidak memihak pada organisasi guru mana pun. Namun perubahan PP ini justru mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap organisasi guru tertentu.

"Perubahan PP ini belum perlu dilakukan dan tidak tepat karena mengakibatkan matinya organisasi guru lain," ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa banyak aturan yang sudah jelas melindungi guru dalam membentuk organisasi seperti UUD 1945 pasal 28 menjamin hak guru untuk berkumpul dan berserikat, kemudian Undang - Undang HAM yaitu UU No. 39 tahun 1999 pasal 24 yang juga menjamin kebebasan berserikat dan mendirikan organisasi profesi guru serta Undang - undang guru dan dosen yaitu UU No. 14/2005 dan PP No. 74/2008.

"Kami jadi menduga ada kongkalikong di balik semua rencana ini. Karena undang-undang dan peraturan sebelumnya sangat kuat melindungi kami para guru," tambah Retno.

Seperti diketahui, jika revisi PP No.74/2008 ini jadi ditandatangani dan disahkan maka keberadaan organisasi lain di luar PGRI terancam. Pasalnya, syarat mendirikan organisasi guru dalam revisi itu akan disamakan dengan Undang-undang Pemilu yang diharuskan mencapai jumlah anggota tertentu.

Padahal beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, mengatakan bahwa pihaknya tidak akan melarang pihak-pihak yang memiliki pendapat atau pandangan berbeda. Justru dengan adanya perbedaan pendapat seperti itu akan memperkaya wacana dan menyempurnakan program yang hendak ditujukan bagi masyarakat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com