JAMBI, KOMPAS.com - Perubahan kurikulum pada tingkat pendidikan menengah yang menyepakati metode kelompok peminatan daripada penjurusan memiliki risiko terhadap guru. Untuk itu, ada kemungkinan guru melakukan sertifikasi ulang pada bidang ajar lain jika memang dibutuhkan.
Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kemdikbud, Hamid Muhammad, mengatakan bahwa dengan adanya peminatan maka guru di bidang tertentu akan bertambah dan guru di bidang tertentu lainnya akan berkurang. Pasalnya, ini disesuaikan dengan besarnya minat anak dalam suatu sekolah tersebut.
"Pasti akan terjadi hal seperti ini. Ada mata pelajaran yang jadi favorit dan ada juga yang sedikit peminatnya," kata Hamid saat dijumpai di Jambi, Senin (7/1/2013).
"Ini manajemen sekolah harus ditata karena kalau pilihan anak beragam maka guru harus banyak. Bisa jadi satu guru tidak lagi mengampu satu mata pelajaran," imbuh Hamid.
Ia mengambil contoh yaitu banyak siswa yang tertarik mengambil mata pelajaran ekonomi. Padahal satu kelas biasanya terbatas hanya sekitar 40 anak saja sehingga jika yang ingin mengambil lebih dari 40 anak maka sekolah harus membuka lebih dari satu kelas dan tenaga guru juga harus diperhitungkan.
"Misal tadi itu ekonomi yang banyak diminati. Sementara antropologi sedikit, nah guru antropologi ini bisa dilatih untuk juga bisa mengajar ekonomi," jelas Hamid.
Sementara teknis pelaksanaannya akan mengkombinasikan sistem block dan sistem kredit semester (SKS). Sistem block ini rencananya akan diterapkan pada mata pelajaran wajib untuk masing-masing kelompok peminatan. Sedangkan SKS digunakan untuk mata pelajaran pilihan yang akan diambil oleh siswa tersebut.
"Sistem block itu seperti penjurusan jadi kemungkinan untuk mata pelajaran wajib di peminatannya. SKS untuk pilihan di luar peminatan," tandasnya.
Tak mau ketinggalan informasi seputar pendidikan dan beasiswa? Yuk follow Twitter @KompasEdu!