Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh di Jambi, Senin (7/1), mengatakan, untuk menetapkan 30 persen SD yang memberlakukan Kurikulum 2013, Kemdikbud akan berkoordinasi dengan kabupaten/kota. Komposisi 30 persen tersebut akan terdiri dari SD negeri dan swasta serta SD berdasarkan setiap akreditasi.
SD yang menerapkan kurikulum baru itu hanya kelas I dan IV. Adapun di SMP dan SMA, kurikulum baru diterapkan di semua sekolah untuk kelas VII dan kelas X.
Mendikbud mengatakan, penerapan kurikulum baru secara bertahap karena mempertimbangkan kesiapan guru. ”Pelatihan Kurikulum 2013 dilakukan secara serius sehingga dengan mempertimbangkan kualitas, pada tahun pertama hanya 30 persen dulu,” kata Nuh.
Secara terpisah, Forum Peduli Bahasa Daerah Se-Indonesia mengadu ke DPR dan diterima Ketua Panitia Kerja Kurikulum Komisi X DPR Utut Adianto. Forum Peduli Bahasa Daerah Se-Indonesia yang terdiri dari 59 institusi, seperti guru bahasa daerah, himpunan mahasiswa bahasa daerah, perguruan tinggi yang mengajarkan program studi bahasa daerah, sekolah, dan komunitas budaya dari sejumlah daerah di Indonesia, mendesak agar pengajaran bahasa daerah dicantumkan secara tegas dalam Kurikulum 2013.
Selama ini pelajaran bahasa daerah masuk dalam muatan lokal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Dalam Kurikulum 2013, bahasa daerah masuk ke dalam pendidikan seni budaya dan prakarya yang waktunya empat jam per minggu. Alokasi itu tidak cukup karena empat jam itu harus berbagi dengan pelajaran kesenian, prakarya, dan pelajaran lain.
”Pelajaran bahasa daerah tetap penting untuk menjaga jati diri bangsa,” kata Dingding Haerudin, Ketua Jurusan Bahasa Sunda di Universitas Pendidikan Indonesia yang juga Ketua Rombongan Forum Peduli Bahasa
Di Bandung, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengirim surat kepada Mendikbud minta agar pelajaran bahasa daerah tetap ada di Kurikulum 2013 untuk menjaga kekayaan budaya bangsa.