Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasionalisme di Tapal Batas

Kompas.com - 08/01/2013, 02:22 WIB

Lupakan sejenak kisah buram seputar sertifikasi guru dan kehidupan guru-guru di daerah terpencil. Kiprah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Sota, Merauke, Papua, bisa jadi pelipur lara di tengah karut-marut pendidikan nasional yang sarat kebijakan akrobatik. Kepada para siswa yang mengenyam pendidikan di ujung timur Tanah Air itu, Kalfin Saya konsisten mengajarkan nasionalisme. Erwin Edhi Prasetya & Nasrullah nara

Kalfin boleh disebut visioner dalam mengatasi kerawanan keamanan di wilayah area perbatasan negara Republik Indonesia- Papua Niugini (PNG). Upayanya merangkul siswa dari negara tetangga PNG setidaknya meredam potensi konflik lintas batas RI dan PNG.

Sejak Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Sota, Merauke, itu berdiri pada 2004, Kalfin selaku kepala sekolah tampil memotori perekrutan siswa warga negara PNG. Setiap tahun, 20-30 anak dari negara tetangga itu diajak mengenyam pendidikan sekaligus diajak bergaul dan membaur bersama anak-anak Indonesia.

Kalfin menyebut sekolah tersebut sebagai ”istana damai”. Di situlah, di bawah ”satu atap” sekolah, anak-anak beragam suku bangsa ikut mengenyam pendidikan. Anak-anak PNG mengakrabi Indonesia melalui pergaulannya dengan siswa Indonesia yang terdiri dari beragam suku di Papua serta beragam suku dari Pulau Jawa-Bali. Untuk diketahui, kawasan Sota memang terletak tak jauh dari lokasi transmigrasi di Merauke.

Pendekatan kultural yang diwujudkan dalam tindakan nyata berupa pemberian bekal kecakapan hidup kepada anak-anak lintas negara di Tanah Papua itu dengan sendirinya mengangkat citra Indonesia di mata dunia internasional.

Kalvin-lah yang berupaya mewujudkan hal tersebut. Atas berbagai upayanya itu, tak keliru jika tahun lalu Pemerintah PNG secara khusus memberikan penghargaan dedikasi pendidikan kepada Kalvin. Pria berdarah Halmahera, Maluku Utara, ini dianggap mendorong kemajuan hubungan bilateral RI-PNG melalui bidang pendidikan.

Dalam perbincangan dengan Kompas, beberapa waktu lalu, ayah dari dua anak itu mengaku miris setiap kali mendengar atau membaca berita seputar kehidupan masyarakat di area perbatasan RI-Malaysia, khususnya di wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Isi berita tersebut didominasi kisah yang melorotkan harkat bangsa di mata negara tetangga dan dunia internasional.

”Bayangkan, warga RI berbondong-bondong mencari nafkah ke Malaysia karena ekonomi setempat berkiblat ke negeri jiran itu. Akibatnya, anak-anak lebih mengenal dan bangga pada Malaysia ketimbang Indonesia, negerinya sendiri. Di sini, anak-anak negara tetangga malah antusias belajar mengenai Indonesia,” ujarnya. Keprihatinan Kalfin tidak berhenti di wacana atau pembicaraan sesaat, tetapi dia mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Berlatar belakang pendidikan biologi dari Universitas Pattimura, Ambon, Kalfin menekankan pembekalan kompetensi dan kecakapan hidup yang berbasis pada alam sekitar terhadap siswanya.

Kekerabatan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com