YOGYAKARTA, KOMPAS
Pencanangan gerakan konservasi ini diawali dengan acara Kirab Budaya Konservasi 2013 di Dusun Tunggul Arum, Desa Wonokerto, Turi, Sleman, Selasa (8/1). Kirab menampilkan arakan warga dan kelompok kesenian berkostum buta (raksasa) dan hewan. Mereka masing-masing membawa bibit pohon.
Pukul 09.00, warga dengan berbagai macam kostum berjajar di sepanjang jalan Dusun Tunggul Arum. Tampak pula gunungan yang dirangkai dari ribuan salak.
Sekitar pukul 10.30, arak-arakan kirab mulai berjalan menuju perbatasan wilayah desa dengan Taman Nasional Gunung Merapi. Saat melewati pinggir Kali Krasak, rombongan warga berkostum raksasa berhenti dan menanam bibit pohon.
Menurut Kepala Sekolah Desa Siaga Bencana (SDSB) Desa Wonokerto Tomon Haryo Wirosobo, pohon yang ditanam, antara lain, bambu, buah-buahan, mahoni, damar, dan cemara. ”Pohon-pohon bambu akan ditanam di sepanjang aliran lahar. Bambu bisa berfungsi sebagai alat peringatan dini erupsi karena saat terkena panas pohon ini akan meletus dan berbunyi keras,” ujarnya.
Pendamping SDSB dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Joko Supriyadi, mengatakan, lereng Merapi merupakan daerah tangkapan air. Karena itu, konservasi lingkungan menjadi kebutuhan mendesak. ”Gerakan ini perlu dihargai karena keterjagaan lingkungan lereng Merapi sangat berpengaruh kepada nasib warga Yogyakarta di bagian bawah. Cara efektif menjaga lingkungan lewat gerakan budaya,” ujarnya.