Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah Bukan Ajang Proyek

Kompas.com - 09/01/2013, 11:02 WIB
Winarto Herusansono

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com—  Pejabat tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional sebaiknya tidak lagi menjadikan sekolah sebagai ajang proyek.

Beri nama sekolah unggul sesuai karakter bangsa dan keputusan Mahkamah Konstitusi atas pembubaran sekolah rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) menjadi pelajaran berharga di bidang pendidikan.

"Kewajiban pemerintah dimana pun harus menyediakan sekolah bermutu, baik bermutu sarana maupun kualitas guru dan kurikulumnya. Ini kewajiban pemerintah tanpa harus membuat proyek-proyekan RSBI segala," kata Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang Rasdi Eko Siswoyo, mantan Rektor Universitas Negeri Semarang, ketika ditemui di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (9/1/2013).

Rasdi Eko menyatakan, semestinya pemerintah jangan grusa-grusu (tergesa-gesa tanpa perencanaan matang) ketika menyelenggarakan program sekolah RSBI. Sekolah yang ditetapkan sebagai RSBI kemudian digelontor dana besar dan pihak sekolah bersama komite berlomba-lomba menarik uang dari orangtua siswa seenaknya.

Kemudian yang terjadi, bagaimana pengelola sekolah lebih mengutamakan mereka yang kaya dan memberi sumbangan besar. Padahal, amanah memberikan pendidikan yang baik harus dinikmati semua warga negara.

Secara terpisah, banyak orangtua juga keblinger dengan sekolah RSBI. Padahal, pemerintah secara bertahap bisa melengkapi setiap sekolah yang berkualitas dengan bantuan murni tanpa mengubah status sekolahnya. Dalam bidang pendidikan yang dikelola swasta, sudah banyak contoh berhasil untuk program sekolah bermutu.

Sejumlah orangtua di Kota Semarang yang anaknya sekolah di SMA RSBI mengungkapkan, sekolah RSBI itu sebenarnya kebohongan besar. Pasalnya, sejak anak pertama lulus sekolah RSBI tahun 2008 kemudian disusul anak kedua juga lulus ternyata sekolah masih berstatus RSBI.

"Ketika rapat orangtua dan sekolah, kami menanyakan kapan sekolah ini benar-benar jadi SBI, apakah 10-30 tahun lagi, pihak sekolah angkat tangan," kata Sutomo, warga di Srondol, Semarang.

Program sekolah RSBI yang menjengkelkan soal penarikan sumbangan awal bagi siswa baru. Pembuatan gapura sekolah yang harus sesuai standar sekolah RSBI senilai Rp 500 juta, misalnya, terus muncul guna menarik sumbangan ke siswa baru. Pembangunan gapura dari tahun ke tahun juga tidak jelas.

Ada pula orangtua siswa yang menuntut agar ijazah siswa dibuat internasional. Ketika ditanyakan oleh guru, ijazah internasional itu bagaimana, dijawab ijazahnya harus bertuliskan dalam bahasa Inggris.

Soal kastanisasi diakui para orangtua karena meski menyandang status sekolah RSBI, ternyata terdapat satu kelas istimewa yang di dalamnya siswa harus membayar lebih dibandingkan dengan siswa di kelas-kelas lain di tingkat sama.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com