Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transisi RSBI hingga Juni

Kompas.com - 10/01/2013, 08:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 1.305 sekolah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional masih boleh beroperasi dengan masa transisi sampai Juni 2013. Setelah itu, nasib sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah kejuruan RSBI akan ditentukan pemerintah.

”Kami tidak mungkin menghentikan dengan tiba-tiba aktivitas belajar-mengajar di sekolah RSBI. Semuanya demi kepentingan anak-anak dan sekolah, apalagi sekarang sudah tengah semester,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh di Jakarta, Rabu (9/1). Ia menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi landasan kebijakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).

”Semuanya berjalan normal seperti biasa, sampai Juni,” kata Nuh. Termasuk pula soal program-program sekolah, kurikulum yang mengadopsi dari luar negeri, dan berbagai kegiatan lain yang dilakukan RSBI.

Nuh mengatakan, pungutan di RSBI yang sudah berlangsung tetap bisa dilakukan karena sekolah mengacu pada kebijakan yang telah ada sebelumnya. ”Jika sudah ada rumusannya, tentu sekolah RSBI harus menyesuaikannya,” kata Nuh.

Pemerintah, lanjut Nuh, juga akan berkoordinasi dengan dinas pendidikan kabupaten/ kota untuk merumuskan nasib sekolah RSBI selanjutnya. ”Pemerintah bertanggung jawab terhadap nasib sekolah eks RSBI, termasuk kualitasnya,” kata Nuh.

Dalam menyikapi keputusan Mahkamah Konstitusi, Nuh juga mempertanyakan implikasi putusan tersebut pada sekolah RSBI yang diselenggarakan swasta. Sebab, pemerintah juga mendorong sekolah-sekolah swasta menjadi RSBI dan memberikan bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Menyiasati

Pemohon uji materi Pasal 50 Ayat (3) UU Sisdiknas yang tergabung dalam Koalisi Anti-Komersialisasi Pendidikan meminta pemerintah untuk tidak lagi menyelenggarakan pendidikan yang senapas dengan RSBI yang diskriminatif dan tidak adil.

”Ada kesan pemerintah berusaha untuk menyiasati putusan Mahkamah Konstitusi terkait penyelenggaraan RSBI,” kata Febri Hendri, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW).

Hal itu terlihat dari pernyataan Mendikbud dan pejabat lain yang akan menyelenggarakan Sekolah Berkategori Mandiri (SBM) sebagai pengganti RSBI. ”Itu tidak ada dasar hukumnya,” kata Febri.

Handaru, Ketua Aliansi Orangtua Murid Peduli Pendidikan, berharap pemerintah bisa berlapang dada menerima keputusan MK. ”Jangan karena RSBI dibubarkan, sekolah-sekolah jadi kurang mutunya. Keputusan MK ini harus jadi momentum bagi pemerintah untuk berjuang keras memeratakan mutu pendidikan bagi sekolah-sekolah non-RSBI yang selama ini kurang diperhatikan,” kata Handaru.

Hapus label RSBI

Di Jakarta, kemarin, sekolah-sekolah RSBI langsung menghapus label RSBI. ”Ini sesuai kesepakatan kami,” kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto.

Taufik mengatakan, setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 50 Ayat (3) UU Sisdiknas, malam harinya pejabat Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan 49 kepala sekolah RSBI, yaitu 8 SD, 15 SMP, 10 SMA, dan 16 SMK, langsung mengadakan pertemuan untuk menyikapi keputusan Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, para kepala sekolah langsung menghapus label RSBI. ”Kami pun sudah langsung menghapus label RSBI,” kata Kepala SD Negeri 01 Menteng Solihin.

Di Kota Tangerang, Banten, Dinas Pendidikan Kota Tangerang juga akan mencabut status RSBI mengikuti keputusan MK. ”Meski status sudah dicabut, kualitas pendidikan di sekolah eks RSBI tetap akan dipertahankan,” kata Kepala Dinas Pendidikan Tangerang Tabrani.

Kepala SMA I Kota Tangerang Prastowo berjanji, pencabutan status itu tidak akan mengubah kualitas pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. ”Pendidikan tetap jalan seperti semula,” ujarnya.

RSBI jadi standar

Di Makassar, guru-guru menegaskan, meskipun RSBI dihapuskan, kualitas pendidikan RSBI harus tetap menjadi standar baik dari sisi manajemen maupun kualitas guru. ”Harus diakui guru dan siswa RSBI memiliki kemampuan lebih baik,” kata Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulsel Muhammad Asmin.

Asmin mengatakan, meski terkesan diskriminatif, tidak semua hal yang terkait RSBI negatif. Program manajemen sekolah dan peningkatan kualitas guru RSBI dinilai baik sehingga perlu diterapkan di semua sekolah.

Kepala SMA Negeri 1 Kota Salatiga Sujit Mudjirno mengungkapkan, meskipun RSBI ditiadakan, sekolah tetap menerapkan standar yang sama untuk mempertahankan kualitas lulusan.

”Tanggung jawab kami tidak hanya membentuk anak yang siap bersaing di tingkat nasional saja, tetapi juga internasional. Karena itu, penguasaan bahasa Inggris melalui pengajaran bilingual tetap penting, tetapi juga tidak mengesampingkan bahasa Indonesia dan bahasa daerah,” kata Sujit.

Di Bandung, Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Iwan Hermawan mengatakan, sistem keuangan di RSBI harus transparan dan harus diusut jika ditemukan kejanggalan. ”Selama ini sistem pertanggungjawaban keuangan di RSBI tidak jelas dan kurang transparan,” kata Iwan.

Ketua PGRI Kota Cirebon Djodjo Sutardjo mengatakan, maksud RSBI memang baik, tetapi dalam kenyataannya banyak terjadi penyimpangan. Penyimpangan paling menyakitkan terutama diskriminasi siswa kaya dan miskin. ”Meski sekolah menyatakan telah membuka akses pada siswa miskin, kenyataannya hanya siswa dari keluarga kaya yang bisa masuk RSBI,” kata Djodjo.(LUK/ELN/PIN/FRO/UTI/ RIZ/REK/SEM/ETA/DEN)


Berita terkait, baca :  MK BATALKAN STATUS RSBI/SBI

Tak mau ketinggalan informasi seputar pendidikan dan beasiswa? Yuk follow Twitter @KompasEdu!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com