JAKARTA, KOMPAS.com - Kurikulum baru yang akan diterapkan pada Juli mendatang masih terus menuai kontroversi dan juga memunculkan banyak kritikan. Masalah yang tak henti dibahas adalah permasalahan buku ajar. Salah satunya adalah isi buku ajar yang tidak sesuai dengan kebudayaan masing-masing.
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Dedi Gumilar, mengatakan bahwa isi buku ajar untuk kurikulum baru ini harus diperhatikan dengan seksama. Menurutnya, pencetakan dan pembuatan buku semestinya tidak terpusat di Jakarta saja untuk menghindari ketidaksesuaian isi buku ajar.
"Tolong untuk buku ajar ini disesuaikan dengan kebudayaan yang ada. Jangan seperti kejadian pada KTSP terulang lagi," kata Dedi, saat Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Ruang Rapat Komisi X, DPR RI, Jakarta, Selasa (15/1/2013).
"Misalnya di Papua ada contoh kalimat Budi naik kereta api. Di Papua tidak ada nama Budi kemudian tidak ada juga kereta api. Jadi mereka bingung. Nah sebaiknya kan disesuaikan dulu dengan kebudayaan yang ada," ujar Dedi.
Untuk itu, Kemdikbud harusnya menyusun buku dengan menarik guru dan ahli pendidikan yang juga mengenal kebudayaan masing-masing daerah di seluruh Indonesia. Bahkan jika bisa maka sebaiknya dipilih guru atau ahli pendidikan asli dari daerah tersebut untuk menyusun buku ajar untuk siswa.
"Ajak orang-orang daerah yang mengenal baik kebudayaannya tapi juga ahli di bidang pendidikan," jelas Dedi.
"Substansinya boleh sama tapi contoh-contoh dalam buku ajar sebaiknya disesuaikan dengan kebudayaan tersebut," tandasnya.
Berita terkait, baca : KURIKULUM 2013
Tak mau ketinggalan informasi seputar pendidikan dan beasiswa? Yuk follow Twitter @KompasEdu!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.