Jakarta, Kompas -
”Langkah ini ditunggu sesegera mungkin jika Indonesia ingin berperan di kawasan ASEAN,” kata Koordinator Proyek Penguatan Bisnis Usaha Kecil dan Menengah serta Inkubator Bisnis Teknologi Hadi K Purwadaria, di Jakarta, Jumat (18/1).
Hadi menuturkan, arti penting inkubator bisnis dan teknologi (IBT) sebagai ujung tombak pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) di ASEAN. Hal ini dicanangkan dalam Pertemuan Menteri ASEAN di Hua Hin, Thailand, tahun 2009 silam.
Sebagai gambaran, IBT adalah unit organisasi dengan fasilitas fisik menampung UKM binaan selama berproduksi di bawah pendampingan dalam kurun 1-3 tahun. IBT sudah intensif dilakukan negara ASEAN lainnya.
Selain menyediakan tempat usaha, pendampingan IBT juga mencakup konsultasi kewirausahaan dan manajemen, implementasi teknologi, akses lembaga keuangan, dan fasilitasi pasar.
Hadi menuturkan, dalam waktu tujuh tahun sejak tahun 2005, Thailand mempunyai lebih dari 120 IBT. Sebagai perbandingan, Indonesia yang sudah memulainya sejak tahun 1994 baru memiliki 40 IBT.
Bahkan, pada 12 Desember 2012 lalu Pemerintah Thailand, melalui Kementerian Pendidikan, mencanangkan program pemberian modal tanpa agunan bagi mahasiswa dan alumni perguruan tinggi yang lulus dalam lima tahun terakhir.
Ada 5.000 paket modal yang diberikan di tahun 2013, masing-masing 32.000 dollar AS (sekitar Rp 320 juta) bagi setiap UKM pemula. Jumlah paket ini dilipatgandakan setiap tahun.
Pemerintah Malaysia memberikan dukungan penuh bagi pengembangan UKM, termasuk mendirikan IBT di kawasan Techno Park Malaysia. Dukungan juga diberikan mulai bangunan, fasilitas, biaya operasional manajemen setiap tahun, dan kredit untuk UKM tanpa agunan yang berbunga rendah dan jangka panjang. Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya Usaha Kecil Menengah dan Koperasi Kementerian Koperasi dan UKM I Wayan Dipta mengatakan, Kemenkop UKM merintis pengembangan model IBT di empat perguruan tinggi. Model inkubator energi ramah lingkungan dirintis di Institut Pertanian Bogor, model inkubator manufaktur di