Jakarta, Kompas -
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Joko Supriyono, di Jakarta, Senin (21/1), mengatakan, India menjadi pasar utama bagi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunan. Tahun 2011-2012, India mengimpor hingga 10,2 juta ton, setara dengan 80 persen impor minyak nabati di India. India mengimpor dari Indonesia dan Malaysia. India juga mengimpor minyak kedelai dari Brasil dan Argentina.
”Penerapan bea masuk itu jelas memukul Indonesia. Kita pasti kalah bersaing dengan Malaysia. Dengan bea keluar nol persen, Malaysia bisa jual CPO lebih murah ke India. Ini seharusnya disikapi pemerintah. Sampai kapan bertahan dengan bea keluar tinggi,” paparnya.
Menurut Joko, Malaysia akan mempertahankan bea keluar nol persen untuk CPO di bulan Februari demi menurunkan cadangan CPO. Desember lalu persediaan CPO Malaysia mencapai 2,63 juta ton. Indonesia menetapkan bea keluar CPO untuk Januari 2013 sebesar 7,5 persen. Angka itu terendah sepanjang sejarah. Sebelumnya bea keluar CPO ditetapkan 9 persen di bulan Desember dan November 2012.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, sejauh ini Indonesia masih konsisten menerapkan bea keluar progresif untuk CPO. Bea keluar perlu untuk mendorong hilirisasi dalam negeri. Hilirisasi CPO di dalam negeri menunjukkan peningkatan, dengan perubahan komposisi ekspor. Selama periode Januari-Oktober 2012 pangsa volume ekspor CPO mencapai 33,8 persen dan produk turunan CPO 66,2 persen. Sementara pangsa nilai ekspor CPO sebesar 33,2 persen dan pangsa nilai produk turunan CPO 66,8 persen.
Menurut Bayu, langkah India menerapkan bea masuk bukanlah hal baru. Negara itu sering menerapkan kebijakan buka-tutup untuk impor dan CPO Indonesia sanggup bersaing. ”Meski begitu kami akan menyikapi persoalan ini. Kita akan cermati dan pelajarinya,” ujarnya. (ENY)