Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibutuhkan Pemimpin yang Berkarakter

Kompas.com - 07/02/2013, 01:52 WIB

Jakarta, Kompas - Kehidupan politik dan kelangsungan reformasi setelah 2014 mesti ditopang oleh kepemimpinan nasional yang berkarakter. Pemimpin yang berkarakter adalah pemimpin yang memiliki strong leadership, dalam arti punya integritas, berani, dan bersih.

Demikian diungkapkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pada kuliah umum di Rajaratnam School of International Studies, Singapura, Rabu (6/2). ”Strong leadership jangan disalahartikan sebagai kepemimpinan yang kuat karena boleh bertindak otoriter. Kepemimpinan seperti ini mensyaratkan keberanian dan bersih dari dosa-dosa masa lalu,” ujar Mahfud pada acara yang dihadiri sejumlah tokoh dengan beragam latar belakang itu.

Mahfud menambahkan, sering kali orang juga mempertanyakan apakah yang dibutuhkan Indonesia adalah kepemimpinan yang kuat atau sistem yang kuat. ”Bagi saya, kepemimpinan yang kuat harus menjadi bagian dari sistem yang kuat. Jadi, tidak bisa dipisahkan keduanya, apalagi dipertentangkan satu sama lain,” katanya.

Pada sisi lain, untuk membangun kesadaran bersama (collective awareness), dibutuhkan penguatan partai politik. Parpol tetap memegang peran penting karena demokrasi mensyaratkan hal itu. Itu sebabnya, kehidupan parpol yang saat ini cenderung oligarkis, sehingga merusak sistem dan penegakan hukum, harus dibenahi dan ditata ulang.

Kondisi seperti inilah, kata Mahfud, yang menuntut hadirnya pemimpin yang berkarakter. ”Dengan demikian, demokrasi dan penegakan hukum Indonesia ke depan akan berjalan dengan baik karena ditopang sekaligus oleh kuatnya peran partai dan efektifnya kepemimpinan nasional,” ungkapnya.

Pada sesi tanya jawab, sejumlah peserta menanyakan kesediaan Mahfud apabila dicalonkan menjadi presiden. ”Untuk menjadi presiden diperlukan syarat-syarat kualitatif yang tidak ringan. Pertama, soal kepantasan, apakah dia sanggup mengemban tugas berat itu. Jadi, dia harus tahu diri. Kedua, butuh dukungan rakyat, dan ketiga, harus ada parpol yang mengusulkan. Jadi, nanti saja setelah semua itu jelas. Tapi, yang pasti, siapa pun yang dipandang cakap dan diminta untuk berbakti pada bangsa, ya, harus siap menerima amanah itu,” jawabnya.

Tuntutan demi kelangsungan kehidupan politik dan reformasi setelah 2014 tidak hanya ditujukan kepada calon pemimpin, tetapi juga parpol. Parpol diharapkan lebih berhati-hati menggunakan simbol atau jargon agama untuk kegiatan politik praktis. Jika ajaran agama hanya dimanipulasi untuk kepentingan sempit, apalagi ternyata dilanggar elite partai itu sendiri, masyarakat akan memberikan hukuman sosial yang berat.

Penilaian itu disampaikan Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia Benny Susetyo di Jakarta, Rabu (6/2). Keduanya prihatin atas penahanan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka penerima suap impor daging sapi. Padahal, selama ini, partai tersebut mencitrakan diri sebagai partai Islam yang bersih.

Menurut Fadli Zon, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, tidak mudah bagi anggota legislatif untuk tidak terlibat dalam kasus korupsi. Hal ini disebabkan desain politik yang sifatnya liberal. (iam/EDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com