Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurikulum Pendidikan Haruslah Memberi Tantangan bagi Siswa

Kompas.com - 15/02/2013, 02:14 WIB

Suyanto

Para ilmuwan tanpa mengenal lelah telah meneliti berbagai faktor penting yang berkontribusi pada kesuksesan hidup. Mereka tertarik mencari faktor penentu yang secara signifikan bisa digunakan untuk memprediksi sukses kehidupan.

Dari penelitian itu ditemukanlah faktor-faktor penting yang ikut menyumbang kesuksesan seseorang. Faktor-faktor penentu sukses itu akhirnya diterjemahkan oleh para ahli pendidikan ke dalam kurikulum dan program pembelajaran.

Pendek kata, dengan ditemukannya faktor penentu sukses itu, dunia pendidikan juga ikut berlomba-lomba dan berkontemplasi untuk merumuskan filosofi, paradigma, strategi, dan metodologi pembelajaran. Pada gilirannya, rumusan itu digunakan untuk mengonstruksi kurikulum yang mampu memberi bekal ilmu dan pengetahuan kepada peserta didik untuk mendaki kesuksesan hidup.

Faktor signifikan yang telah mendapat perhatian luas untuk memprediksi sukses seseorang, antara lain intelligence quotient (IQ, kecerdasan otak) dan emotional quotient (EQ, kecerdasan emosional). Kecerdasan yang disebut terakhir, oleh penemunya, Daniel Goleman (1995), diberi nama emotional intelligence, bukan emotional quotient.

Kelahiran EQ membuat arah baru pendidikan secara luas. Sebab, dalam banyak penelitian terbukti IQ tak lagi menjadi satu-satunya prediktor sukses peserta didik di masa datang.

Sebelum muncul EQ, IQ-lah yang didewa-dewakan dunia pendidikan untuk mempermudah pekerjaan pembelajaran dalam memberi bekal atau virus sukses peserta didik atau bahkan mahasiswa sekalipun. Implikasinya, pengembangan kurikulum hampir di seluruh dunia pada era jayanya IQ selalu berorientasi pada upaya bagaimana mengemas program pembelajaran yang bisa memberikan kecerdasan otak secara maksimal kepada para peserta didik.

Setelah EQ ditemukan oleh Goleman, kurikulum serta-merta harus dan mutlak memperhatikan faktor-faktor non-kognitif, seperti kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, pengendalian emosi, dan memahami emosi orang lain. Bahkan, Goleman mengklaim IQ hanya berkontribusi 20 persen terhadap kesuksesan peserta didik setelah mereka hidup dalam masyarakat nantinya. Ternyata 80 persen justru ditentukan oleh faktor lain di luar IQ, di mana EQ masuk di dalamnya secara signifikan.

Oleh karena itu, jika suatu bangsa ingin membuat kurikulum yang bisa mengantarkan para peserta didik jadi orang sukses, kurikulum itu juga harus memberikan menu belajar yang mencakup aspek lain selain kecerdasan, seperti sikap, perilaku, kepribadian, keberagamaan, budi pekerti, dan kecerdasan otot (muscle memory).

Bahkan, praksis pendidikan di Jepang memasukkan aspek memori dan kecerdasan otot dalam kurikulumnya sejak kelas I dan II SD melalui aktivitas otot (keterampilan) dalam bentuk kegiatan origami secara intensif. Origami mampu menanamkan kepada para siswa sifat dan sikap kreatif, inovatif, sekaligus membangun kecerdasan/ingatan otot para siswa.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com