Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pembangunan Menuai Protes

Kompas.com - 20/02/2013, 11:46 WIB
Ambrosius Harto Manumoyoso

Penulis

oleh Ambrosius Harto M

Banjir pada Desember 2012 dan Januari 2013 membuat jengkel warga Jakasetia dan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Masyarakat menuding salah satu sebab banjir tidak teratasi ialah pembangunan Grand Galaxy City. Selain itu, pembangunan kompleks terpadu terdiri atas perumahan, pertokoan, dan perbelanjaan kelas elit itu diduga menyalahi aturan.

Masyarakat yang tinggal di sekitar Grand Galaxy City (GGC) meradang. Warga misalnya yang bermukim di RW 19 Villa Galaxy (Jakasetia) dan RW 25 Taman Cikas (Pekayon Jaya) protes. Mereka terkejut ketika pengembang mulai membangun deretan rumah toko (ruko) dan rumah kantor (rukan) di Blok K.

Warga merasa tidak pernah memberikan izin tetangga, salah satu persyaratan bagi pengembang mendapat izin mendirikan bangunan (IMB) dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bekasi. Warga menilai jika izin tetangga tidak ada, maka IMB seharusnya tidak terbit. Pembangunan pun seharusnya tidak terjadi.

Namun, papan proyek bertanggal 23 Januari 2013 menggugurkan penilaian warga. Papan bercat dasar biru di bagian atas itu bertuliskan nama dan alamat pembuat yakni BPPT Kota Bekasi. Papan bercat dasar kuning di bagian bawah menginformasikan pendirian 44 ruko. IMB yang diterbitkan bernomor 503/0038/I-B/BPPT.I/I/2013. Pemegang IMB ialah PT Taman Puri Indah, pengembang Villa Galaxy. Padahal, yang akan membangun pertokoan itu ialah PT Cipta Sedayu Indah, pengembang GGC.

Ketua RW 19 Aldentua Siringoringo menduga ada proses penjualan aset dari PT Taman Puri Indah ke PT Cipta Sedayu Indah. Namun, tidak disertai dengan proses balik nama. Selain itu, dengan pembangunan ruko berarti ada perubahan site plan. Kompleks yang saat dikelola oleh pengembang lama fokus untuk hunian. Namun, ketika ada pengembang baru, kompleks dikembangkan menjadi terpadu dengan pembangunan kawasan komersial berupa pertokoan, pusat perbelanjaan (mal), pusat jajanan, dan sarana rekreasi dan olahraga.

Pertemuan
Demi mencari penyelesaian, warga meminta bertemu dengan PT Cipta Sedayu Indah. Namun, warga menuding pengembang tidak beritikad baik. Pengembang nyaris tidak pernah hadir misalnya pada pertemuan pada 2 Februari 2013. Di sisi lain, menyikapi hal itu, pengembang meminta pertemuan pada 8 Februari 2013 yang diklaim tidak dihadiri oleh warga.

Akhirnya, masalah ini dibawa dan difasilitasi untuk diselesaikan melalui Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi. Dalam rapat kerja pada 19 Februari 2013, permasalahan antara masyarakat dan pengembang kian jelas alias centang perentang.

Wakil Ketua Komisi B Mulyanto mengatakan, pertemuan untuk mencari solusi. Dengan turut mengundang unsur teknis Pemerintah Kota Bekasi, diharapkan masalah menjadi terang benderang. Warga dan pengembang agar saling menahan diri dan mengedepankan penyelesaian. "Hindari penyelesaian melalui sengketa hukum," katanya.

Sekretaris RW 25 Rizal Hadena mengatakan, proyek pembangunan menimbulkan kebisingan. Kenyamanan warga tinggal pun terganggu. Sebelum pembangunan, banjir di sekitar kompleks GGC tidak terlalu parah. Ketinggian air 20-30 sentimeter. Pengecualian ialah banjir besar 2002 akibat Sungai Bekasi meluap.

Namun, setelah pembangunan GGC, selama musim hujan, kompleks sekitar kerap tergenang. Misalnya banjir pada Desember 2012 dan Januari 2013 dengan ketinggian air lebih dari 30 sentimeter.

Warga menuding pembangunan GGC mengabaikan perbaikan dan penataan jaringan saluran air. Untuk itu, warga meminta pengembang berhenti membangun. Pengembang harus membuktikan memiliki semua izin termasuk dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Jika izin terpenuhi, warga akan menerima kelanjutan proyek.

Berizin
Anggota Komisi B Lizbet Morliner mengatakan, akan memanggil BPPT Kota Bekasi dan Dinas Tata Kota Bekasi. Pemanggilan untuk menelusuri kebenaran penerbitan IMB. Masalahnya, warga merasa tidak pernah persetujuan untuk penerbitan izin tetangga. Perwakilan BBPT Kota Bekasi yang hadir di akhir pertemuan tidak bisa memberikan tanggapan. Mereka meminta pertemuan lagi dengan Komisi B untuk memberikan penjelasan.

General Manager PT Cipta Sedayu Indah, Handi Stemaris menyanggah bahwa pembangunan kompleks menyalahi aturan. Mereka memiliki IMB dan dokumen amdal. "Jika ditanyakan mengapa IMB terbit tentu BPPT Kota Bekasi yang berwenang menjawabnya," katanya.

Handi mengatakan, pada prinsipnya pengembang tidak akan membangun dengan merusak tatanan yang sudah ada. Justru pengembang akan menata lingkungan. "Sebagai pengusaha, kami ingin mencari untung tetapi secara beretika," katanya.

Jika pembangunan kompleks GGC merusak lingkungan, unit-unit yang ditawarkan tidak akan laku. "Tidak mungkin kami menjual unit yang banjir," kata Handi. Sebelum membangun, pengembang melaksanakan studi kelayakan. Pengembang tidak gegabah membangun dengan merusak. "Jualan tidak akan laku," katanya.

Handi memaparkan, sebelum pengembang masuk pada 2010, kompleks GGC seluas 200 hektar dan sekitar seluas 100 hektar sudah kebanjiran. Contohnya banjir pada Oktober 2010. Menurut studi pengembang, ketika musim hujan, kawasan 300 hektar ini menggelontorkan air 14.000 liter per detik. Namun, kapasitas drainase hanya 6.000 liter per detik sehingga banjir tidak terhindari.

Saluran air dari kompleks menyambung ke gorong-gorong berdimensi lebar 4 meter dan tinggi 2 meter di bawah Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Dari gorong-gorong lanjut ke siphon atau saluran air dalam air yang membedakan aliran Saluran Tarum Barat atau Kalimalang dengan Sungai Bekasi. Dari siphon menyambung ke pintu air Islamic Center dan selanjutnya Sungai Bekasi. Ketika Sungai Bekasi meluap, air dari kompleks tidak bisa masuk sehingga tertahan, kembali, dan merendam kawasan.

Handi mengatakan, sanggup merevitalisasi saluran air utama dan membangun jaringan baru meskipun bukan tugas pengembang. Mereka juga telah membangun waduk penampung air seluas 2 hektar sebelum gorong-gorong di bawah jalan tol. Pengembang juga meminta eks kolam pancing yang berstatus fasilitas umum milik Pemerintah Kota Bekasi dijadikan waduk.

Drainase
Sekretaris Dinas Bina Marta dan Tata Air Kota Bekasi Mohammad Ridwan mengatakan, selokan-selokan dari kompleks tidak boleh lebih rendah daripada saluran utama. Jika lebih rendah, air tidak akan mengalir. "Di titik-titik yang lebih rendah, solusinya harus ada pompa air," katanya.

Kepala Bidang Tata Air Nurul Furqon menambahkan, kontur Kota Bekasi secara umum datar. Hal ini mempersulit upaya untuk melancarkan jalan air. Kawasan GGC dan sekitarnya termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Bekasi. Sungai Bekasi menampung aliran Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas yang bermata air atau hulu di Kabupaten Bogor. Kerap terjadi debit air Sungai Bekasi begitu tinggi sehingga meluap dan membanjiri bantaran.

Furqon mengatakan, saat Sungai Bekasi meluap, pembuangan air dari kompleks sulit terjadi. Air ibarat kembali dan meluber sehingga menggenangi daratan di sekitar saluran dan sungai. Secara umum, Kota Bekasi belum memiliki peta drainase.

Akibatnya, tidak bisa diketahui bagaimana tata air di kawasan berjuluk Kota Patriot dan berpenduduk 2,3 juta jiwa ini. Penataan drainase yang tidak terpadu mengakibatkan banjir selalu terjadi ketika musim hujan.

Semrawut

Sekretaris Dinas Bangunan dan Kebakaran Ebih Martini mengingatkan, pembangunan kompleks kerap tidak dilengkapi dengan sistem pencegahan kebakaran. Pengembang kerap lupa membangun jaringan pipa hidrant. "Apalagi menyediakan armada pemadam kebakaran," katanya.

Di Kota Bekasi terdapat lebih dari 400 kompleks perumahan. Kompleks-kompleks dibangun sejak 1980. Waktu itu, Kota Bekasi belum dimekarkan dari Kabupaten Bekasi. Pembangunan kompleks-kompleks perumahan merupakan kebutuhan riil. Bekasi bertetangga dengan Jakarta. Bekasi dipilih sebagai tempat hunian para pekerja di Jakarta.

Anggota Komisi B Ariyanto Hendra menilai pembangunan kompleks-kompleks mengabaikan prinsip keselarasan. Inilah cermin kesemrawutan pembangunan. Pembangunan antarkompleks tidak sinkron. Pengembang di satu kompleks tidak memedulikan kompleks sekitar. "Perlu ada kebijakan yang tegas untuk menata kawasan secara terpadu," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau