Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berguru Pada 63 Juta Anak Muda

Kompas.com - 24/02/2013, 23:47 WIB
Luki Aulia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- Remaja merupakan kelompok masyarakat usia produktif yang paling sedikit mendapatkan perhatian dari masyarakat dan program kebijakan dari pemerintah.

Mereka bahkan tidak hanya tidak didengarkan "suaranya" tetapi juga tidak dirangkul dan dilibatkan dalam proses pembangunan.

Remaja dan anak muda usia 16-30 tahun tidak menjadi subyek melainkan hanya obyek berbagai program.

Padahal periode tahun 2010-2035 Indonesia memperoleh bonus demografi dengan populasi usia produktif terbesar sepanjang sejarah.

Jika perhatian masyarakat dan pemerintah tidak segera tertuju pada kelompok usia produktif ini, bukan bonus yang akan diperoleh melainkan bencana demografi.

Hal ini mengemuka dalam diskusi dan pameran "63 Juta Anak Muda, Guru Kita" yang diselenggarakan Yayasan Kampung Halaman bersama Kementerian Pemuda dan Olah Raga RI, serta Ford Foundation, Sabtu (23/2/2013), di Jakarta.

Dalam diskusi, Miss Deaf Indonesia 2012 dan pengajar bahasa isyarat di Solo, Oktaviani Wulansari (21), menyayangkan guru yang tidak bisa memahami kebutuhan dan apa yang dirasakan siswa.

Padahal jika saja guru mau mengerti, potensi siswa akan berkembang dan bisa melakukan banyak hal positif.

"Selalu berpikir positif dan bekerja keras. Kami pasti bisa," kata Ovek, panggilan akrab Oktaviani, menggunakan bahasa lisan.

Menanggapi Ovek, pengamat pendidikan dari Perguruan Kanisius Romo Baskoro membenarkan banyaknya guru yang tidak mampu mengenali kebutuhan siswa karena kualitas guru yang rendah.

Akibatnya, kesempatan belajar menjadi terbatas terutama bagi anak berkebutuhan khusus seperti Ovek.

"Remaja harus bersemangat memberdayakan dirinya sendiri. Harus ada kemauan untuk maju. Tentu dengan advokasi pihak-pihak lain," ujarnya.

Diah Ayu (14), pelajar dari Bondowoso, di sesi itu juga menceritakan pengalamannya. Menurutnya, remaja sulit berkembang jika orang tua atau masyarakat masih memiliki pola pikir tradisional.

Banyak orang tua di Bondowoso yang memaksa anaknya untuk menikah di usia belia dan tidak mementingkan sekolah. Akibatnya, banyak kasus pernikahan dini di Bondowoso.

"Banyak teman saya sudah dinikahkan. Padahal masih kelas 1 SMP. Orangtuanya pikir yang penting cepat nikah dan kerja di sawah. Tolong orang tua jangan memikirkan egonya sendiri," kata Diah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com