BANDUNG, KOMPAS -
Dikatakan Kepala PVMBG Surono, angin kencang membuyarkan konsentrasi gas yang keluar dari kawah sehingga sulit diukur pasti. Kesempatan yang datang pada Kamis (28/2) menghasilkan data konsentrasi gas sulfur monoksida 2-3 ton per hari. Data itu pun belum bisa akurat 100 persen karena sebagian masih terbawa angin. Angka ini tidak
”Pemantauan seismik juga penuh gangguan. Pepohonan yang bergoyang karena tertiup angin menyebabkan akar di dalam tanah ikut bergerak dan memengaruhi sensor,” katanya, di Bandung, Jumat.
Tiupan angin yang sempat mereda pada Kamis malam terungkap data gerakan tanah
Dengan keterbatasan ini, PVMBG mempertahankan status gunung jadi Waspada dan merekomendasikan radius 1,5 km dari Kawah Ratu untuk tidak didekati. Keputusan itu memaksa PT Graha Rani Putra Persada selaku pengelola Taman Wisata Alam Tangkubanparahu menutup obyek wisata ini dari turis.
Menurut Surono, Gunung Tangkubanparahu dengan 10 kawah yang dimilikinya sebaiknya tetap diwaspadai. Keberadaan kawah-kawah itu bisa menandakan sejarah letusan dahsyat, seperti tahun 1829 erupsi abu dan batu dari Kawah Ratu dan Kawah Domas, tahun 1846 kembali erupsi dengan peningkatan. Sesudahnya hingga 2004, letusan di Gunung Tangkubanparahu rata-rata berupa freatik. ”Kalau punya sejarah letusan besar, ada kecenderungan untuk terulang kembali,” kata Surono.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bandung Barat Maman Sulaiman mengaku masih menyusun data posko dan warga yang harus diungsikan jika keadaan terburuk. Dari lima desa masuk zona bahaya, yakni Cikole, Cibogo, Cikahuripan, Sukajaya, dan Jayagiri, terdapat 14.300 jiwa yang harus diungsikan. ”Kami sudah memilah antara anak kecil, orang lanjut usia, hingga menentukan titik pengungsian warga,” kata Maman.