Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurikulum Orangtua untuk Anak

Kompas.com - 05/03/2013, 02:48 WIB

Jadi, Kurikulum 2013 hanya sepertiga dari seluruh kurikulum kehidupan. Bagi saya, penyederhanaan mata ajar bukanlah musibah, melainkan tuntutan untuk memberi ruang anak mengasah kreativitas dan cara berpikir yang lebih simpel agar lebih siap menerima edukasi orangtua dan lingkungan. Masalahnya, sudah siapkah orangtua dan lingkungan mendidik anak-anaknya?

Laporan guru

Bangsa besar tak akan membiarkan generasi penerusnya dibesarkan dalam lingkungan kacau. Karena itulah, sejak Confusius, bangsa-bangsa Asia percaya keluarga adalah alat pendidikan yang penting. Oleh karena itu, gelisahlah orangtua-orangtua yang tak mengerti cara membuat kurikulum bagi anak-anaknya, apalagi bila tak punya waktu. Orangtua bisa mendesain kurikulum anak dengan memerhatikan aspek-aspek perkembangan anaknya yang berbeda dengan anak lain. Jadi, kalau mau berubah, Kurikulum 2013 tidak boleh tanggung-tanggung. Harus ada program yang jelas pada orangtua, termasuk mendesain dan eksekusi kurikulum untuk anak di rumah, beserta pembaruan laporan kemajuan belajar (rapor).

Adalah tak tepat memberi laporan kemajuan belajar semata-mata menulis angka. Orangtua butuh laporan verbal tentang kemajuan anaknya, menyangkut upaya, kemajuan, disiplin, partisipasi terhadap diskusi, pergaulan, minat, kepatuhan, kreativitas, metodologi, hubungan vertikal-horizontal, sikap-sikap sosial, dan sebagainya. Saya menemukan laporan seorang guru pada salah satu mata ajar yang diajarkan di sekolah anak saya (grade 12) di Selandia Baru seperti ini: ”Anak Anda mengalami kemajuan yang pesat meski awalnya terlihat bingung dan frustrasi. Ia terlihat kesulitan mengikuti dan memahami arahan yang diberikan dan harus lebih terbuka terhadap saran-saran yang saya berikan. Namun, ia seorang pembelajar yang antusias dan tahu apa yang ia sukai. Mendalami riset hal-hal kontemporer akan membantu masa depannya untuk menemukan lebih banyak ide dan tema-tema tulisan, juga mempertajam daya kritisnya dalam komposisi. Jika ia ingin terus mendalami topik ini....”

Saya kira, sebagai orangtua, saya akan paham membuat kurikulum orangtua kalau membaca laporan seperti itu. Lagi pula apa guna mengetahui anak kita berada di nomor berapa di kelas bila kita tak tahu apa yang harus diperbaiki. Saya berharap banyak pada Kementerian Pendidikan untuk terus memperbaiki kelemahan-kelemahan kurikulum yang dirancangnya. Namun, saya juga berharap banyak dari orangtua agar turut mengisi kekurangan pada anak-anaknya, yang kelak akan bertemu kami di tingkat universitas.

RHENALD KASALI Guru Besar FEUI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com