Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditunda, Penerapan Kurikulum 2013 di SLB

Kompas.com - 19/03/2013, 03:17 WIB

Jakarta, Kompas - Anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa ataupun di sekolah reguler yang menyelenggarakan pendidikan inklusi belum dapat menerapkan Kurikulum 2013 pada tahun ini.

”Pelaksanaan kurikulum baru di pendidikan khusus dan layanan khusus akan dimulai tahun 2014. Ini karena harus diadaptasikan dulu dengan kebutuhan setiap jenis ketunaan,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Suyanto di sela seminar Diseminasi Hasil Program Opportunities for Vulnerable Children (OVC) Nasional periode 2010-2013, Senin (18/3), di Jakarta.

Meski belum ada kepastian kurikulum baru bagi pendidikan khusus, Suyanto mengatakan tidak akan ada perbedaan kurikulum. Perbedaannya hanya ada pada metode penyampaian kepada anak berkebutuhan khusus.

Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional Mudjito menambahkan, pelaksanaan kurikulum pendidikan khusus di 1.720 sekolah luar biasa tidak bisa bersamaan dengan sekolah biasa karena setiap materi harus diadaptasi dulu.

”Khusus untuk tunanetra saja bisa tujuh model kurikulum. Belum lagi ketunaan yang lain,” ujarnya.

Pemberlakuan kurikulum baik di sekolah luar biasa (SLB) maupun sekolah inklusi, lanjut Mudjito, juga tidak bisa asal-asalan. Harus dilihat kondisi siswa dan sekolah. Sebelum memberlakukan kurikulum sepenuhnya, pemerintah harus bisa memastikan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.

Baru 31 persen

Dari sekitar 350.000 anak berkebutuhan khusus, hanya 116.000 anak atau sekitar 31 persen yang sudah mendapatkan layanan pendidikan. Dari 116.000 anak itu, sekitar 85.000 anak di antaranya berada di 1.720 SLB dan sisanya di 2.500 sekolah inklusi.

”Dalam dua tahun terakhir ini, baru bisa ditambah 16.000 anak di 15 lokasi. Masih ada 70 persen anak yang belum sekolah,” kata Mudjito.

Untuk membantu memperluas akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, terutama di sekolah inklusi, National Program Manager Opportunities for Vulnerable Children (OVC) Helen Keller International (HKI) Emilia Kristiyanti mengatakan, pihaknya telah membuat model- model pendekatan penyelenggaraan pendidikan inklusi. Ini disebabkan, masih banyak sekolah yang belum tahu langkah persiapan yang harus dilakukan untuk memulai sekolah inklusi.

”Model sudah dibuat, diujicobakan, dan dievaluasi sehingga bisa dikembangkan oleh daerah,” kata Emilia. (LUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com