Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sukirman, Suarakan Hak Anak di Radio Komunitas

Kompas.com - 27/03/2013, 09:07 WIB
Gregorius Magnus Finesso

Penulis

KOMPAS.com - Rendahnya kesadaran warga terhadap urgensi perlindungan anak, menurut Sukirman (31), sebagai akibat kebuntuan saluran komunikasi antargenerasi. Terlebih di desa terpencil yang kadang luput dari perhatian publik. Tak sekadar memberikan ruang komunikasi, lewat radio komunitas anak yang dia rintis, Sukirman membuktikan anak-anak kampung pun berani bersuara, menyerukan hak mereka. Gregorius Magnus Finesso

Di kota mungkin semua orang sudah punya televisi. Tetapi, di desa, saluran yang paling umum masih radio,” ujar Sukirman menegaskan.

Pernyataannya itu bukan tanpa alasan. Kampung tempat tinggalnya di Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung, terletak sekitar 25 kilometer di antara perbukitan sebelah utara Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dengan kondisi daerah terpencil, warga tak mendapatkan informasi cukup.

Tingkat pendidikan pun relatif rendah. Hingga 2004, misalnya, dari semua murid SD di desa itu, hanya sekitar 25 persen yang melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Selebihnya langsung dinikahkan orangtuanya dengan alasan tak kuat menanggung beban ekonomi.

Oleh karena sumber daya manusia yang rendah, perhatian terhadap hak-hak anak seolah terabaikan. Banyak terjadi kasus kekerasan terhadap anak, seperti pelecehan seksual, kekerasan fisik dan psikologis, hingga pernikahan dini.

”Kasus murid ditampar guru, orangtua membentak anak, atau keributan antarwarga karena anak-anak mereka berkelahi sering terjadi. Setiap muncul kasus, mereka tak tahu harus bagaimana dan anak selalu berada di posisi korban,” ujar Sukirman.

Keberpihakannya kepada anak berawal sejak remaja. Sukirman menjadi pendamping anak di tempat tinggalnya, Dukuh Dakah, Desa Karangsambung. Dia merintis berbagai kegiatan, mulai pertandingan sepak bola hingga pameran hasil kerajinan karya anak.

Persoalan advokasi dan mediasi dalam kasus yang melibatkan anak juga dikenalnya sejak remaja. Sekitar akhir 1990-an, dia ikut memediasi tawuran yang nyaris pecah antara siswa SD dan SMP di kampungnya.

Panggilan hati

Sukirman, yang menikah tahun 2001, sempat merantau ke Bandung, Jakarta, dan Surabaya sebelum pulang kampung pada 2004. Panggilan hati membangun desa menjadi komitmen yang tidak dapat diingkarinya.

Gayung bersambut sejak masuknya Plan Indonesia ke Kebumen tahun 2007. Plan adalah lembaga swadaya masyarakat internasional yang konsisten di bidang perlindungan hak anak.

Didorong rasa ingin tahu, Sukirman mengikuti sejumlah pelatihan komunikasi dan kepemimpinan yang diadakan Plan. Tanpa bantuan pemerintah, Sukirman dan beberapa warga desa setempat menginisiasi lahirnya Kelompok Perlindungan Anak tingkat Desa (KPAD) di Karangsambung.

Pada 2009, bekerja sama dengan Plan Indonesia, Sukirman membangun radio komunitas di desanya. Bukan radio komunitas biasa, sebab sebagian besar dikelola anak-anak desa setempat. Usul itu direspons positif pemerintah desa. Mereka menyediakan ruang kosong bekas taman kanak-kanak di dekat balai desa.

Perjuangan membangun radio komunitas ini bukan tanpa hambatan. Kendati sebagian dana didukung Plan, Sukirman bersama KPAD setempat harus menyisihkan uang dari kantong pribadi mereka guna membeli satu unit komputer seharga Rp 6 juta. Belum lagi selentingan miring dari warga desa lain yang menganggap pembangunan radio itu sia-sia.

”Saya maju terus. Apa yang saya perjuangkan bukan untuk saya, melainkan demi kepentingan anak-anak, masa depan desa,” ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai penjual sepeda motor ini.

Menjelang akhir 2009, Radio Komunitas Karangsambung (RKS) dengan gelombang FM 107,9 MHz pun mengudara. Sukirman merekrut anak-anak setempat menjadi tenaga penyiar dan reporter yang bekerja tanpa bayaran. Mereka diikutkan pelatihan yang dibimbing pengelola radio profesional.

Selain menjadi ruang informasi antarwarga, radio komunitas ini juga digunakan sebagai saluran kampanye hak-hak anak. Para penyiar cilik menyampaikan unek-unek mereka tentang pentingnya perlindungan anak sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.

”Kami sengaja menyelipkan informasi seputar perlindungan anak pada setiap jeda program. Ini trik supaya pendengar tidak jenuh. Selain itu, kalau diselipkan pada setiap jeda program, materinya tidak akan cepat habis,” tutur Sukirman yang dipercaya menjadi Direktur Program RKS FM.

Ruang interaktif

Menyesuaikan dengan jadwal sekolah, Sukirman menghentikan siaran saat jam pelajaran. Siaran dimulai lagi setelah anak-anak pulang sekolah dengan sistem bergilir. Setiap anak mendapat jatah siaran satu jam. Ia pun menemani anak-anak itu saat siaran.

Yogi (17), salah satu penyiar RKS FM, mengaku bangga menjadi penyiar di radio komunitas ini. ”Daripada main-main tak jelas, di sini saya mendapat ilmu. Saya juga bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk anak-anak di sini,” ujar siswa salah satu SMK di Kebumen ini.

Untuk menjaring respons pendengar, RKS FM membuka saluran interaktif lewat layanan pesan singkat. Tak disangka jumlah pendengar yang mau mengirim pesan singkat cukup banyak karena jangkauan siarannya didengar hingga beberapa desa tetangga.

Banyak pesan yang masuk menanyakan berbagai persoalan tentang anak. ”Pernah ada orangtua bertanya bagaimana supaya anaknya tak rewel dan nakal. Tanpa maksud menggurui, kami sampaikan bahwa pendidikan dengan mengedepankan hati lebih efektif ketimbang kekerasan,” kata Sukirman yang juga ketua KPAD setempat itu.

Bahkan, saat pembahasan rancangan peraturan desa tentang perlindungan anak, radio ini berperan menjaring aspirasi warga. Para reporter cilik mewawancarai anak-anak hingga orang dewasa untuk meminta masukan. Hasilnya menjadi bahan pembahasan butir-butir peraturan desa yang resmi diberlakukan sejak 2012.

Perhatian Sukirman terhadap kelangsungan radio komunitas anak amat besar. Pun saat kegiatan radio vakum akibat tak didukung daya listrik yang memadai. Lewat lobi pada pemerintah desa, Sukirman berhasil meyakinkan mereka agar tegangan listrik untuk radio komunitas ditambah. Tagihan listrik dijadikan satu dengan kantor balai desa.

Perjuangannya mulai terbayar. Perlahan iklim perlindungan anak di Karangsambung membaik. Radio komunitas dan KPAD dilibatkan dalam kegiatan masyarakat dan sekolah.

Lewat sosialisasi tanpa lelah, tingkat kekerasan terhadap anak dan pernikahan dini berkurang. Jika dulu 75 persen lulusan SD langsung menikah, kini terbalik. Hanya 25 persen lulusan SD yang menikah, lainnya terus bersekolah.

Radio komunitas di Karangsambung terbukti mampu menyambungkan suara anak-anak yang selama ini tak banyak didengar....

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com