Sebagian soal dibuat seperti model soal yang digunakan dalam Trends in International Mathematics and Science Study atau TIMSS, studi internasional tentang perkembangan matematika dan sains setiap empat tahun sekali.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Khairil Anwar Notodiputro menjelaskan hal itu, Rabu (3/4), di Jakarta. ”TIMSS itu salah satu sumber inspirasi. Kemdikbud tahun ini membuat soal seperti model TIMSS sehingga terlihat jelas jumlah siswa yang mampu menjawab setiap kategori soal,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi kecurangan, tahun ini pemerintah tidak hanya menyediakan lima paket soal seperti tahun lalu, tetapi 20 paket soal. Artinya, setiap anak dalam satu ruang ujian akan mengerjakan soal yang berbeda. Meski berbeda-beda, tingkat kesulitan antarsoal sudah dikalibrasi sehingga sama atau setara satu sama lain. Setiap soal dan lembar jawaban pun akan dibubuhi kode khusus sehingga ketika bocor akan segera diketahui titik bocornya.
Sampai saat ini, kata Khairil, naskah soal ujian nasional (UN) SMA/SMK/MA yang akan diselenggarakan 15 April mendatang masih berada di percetakan. Percetakan sedang mengecek data peserta ujian nasional di setiap sekolah bersama dengan dinas pendidikan provinsi dan perguruan tinggi. Jika data sudah cocok, kardus naskah soal baru bisa disegel dan dikirim ke provinsi.
Ada enam percetakan yang sudah ditetapkan panitia lelang sebagai pemenang tender ujian nasional. Keenam percetakan itu masing-masing 2 di Jawa Timur, 1 di Jawa Tengah, 2 di Jawa Barat, dan 1 di Banten. Setiap percetakan bertugas mencetak naskah soal untuk beberapa provinsi. ”Waktu pengiriman soal ke daerah terpencil itu sama, yakni H-10, karena hampir di setiap provinsi ada daerah terpencil,” kata Khairil.
Secara terpisah, saat berada di Surabaya, kemarin, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menyoroti siswa SMA di Kabupaten Tangerang yang tidak boleh mengikuti ujian nasional oleh sekolah karena menikah siri.
Menurut Nuh, setiap anak punya hak untuk mendapatkan pendidikan, termasuk mengikuti ujian nasional, selama tidak melakukan tindak kriminal. Untuk itu, pihak sekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota diharapkan bijak saat mendapati siswi yang hamil atau menikah.
”Saya menganjurkan kepada dinas pendidikan tolong dipikir dengan hati yang bagus. Saya juga minta kepala sekolah berpikir ulang. Bedakan antara pelanggaran yang sifatnya kriminalitas dengan yang menikah atau hamil,” ujar Nuh.
Nuh mengakui, kedisiplinan memang harus ditegakkan dalam lingkungan sekolah. Namun, pihak sekolah seharusnya bisa memilah untuk memberikan hak dasar bagi siswa dan persoalan disiplin.
”Kalau memang melakukan tindak kriminal, seperti membunuh orang, si anak itu harus diberi sanksi tegas. Tapi khusus urusan hamil dan menikah, ini harus hati-hati,” tuturnya.
Terlebih lagi, kata Nuh, masih terdapat tradisi atau kebiasaan menikah pada usia muda di sejumlah daerah di Indonesia. ”Bagi orang-orang yang menegakkan disiplin, ada kekhawatiran apakah anak ini akan ditiru oleh yang lain. Kalau sudah tidak sekolah, kan, justru bakal rusak,” ucap Nuh.
Nuh juga meminta sejumlah daerah agar tidak melanggar aturan, seperti berbuat curang, hanya demi mengejar target lulus 100 persen ujian nasional. ”Daerah jangan sampai mengintervensi dan menabrak aturan. Biarkan semuanya berjalan jujur dan sesuai aturan,” ujarnya.(LUK/ILO)